Koalisi Masyarakat Sipil mengecam pemberian kenaikan pangkat kehormatan Jenderal bintang empat untuk Prabowo Subianto. Pernyataan sikap ini berkaitan dengan rekam jejak Prabowo di masa lalu.
Dilansir dari laman YLBHI, pemberian pangkat kehormatan bagi Prabowo dinilai tidak tepat karena melukai perasaan korban dan mengkhianati Reformasi 1998.
BACA JUGA: Penjelasan Gus Samsudin, Dalang di Balik Konten Aliran Sesat Mengizinkan Jemaah Tukar Pasangan
Selain itu, ini dianggap menjadi langkah keliru dan gelar tersebut tidak pantas diberikan untuk Prabowo.
"Pemberian gelar jenderal kehormatan kepada Prabowo Subianto merupakan langkah keliru. Gelar ini tidak pantas diberikan mengingat yang bersangkutan memiliki rekam jejak buruk dalam karir militer, khususnya berkaitan dengan keterlibatannya dalam pelanggaran berat HAM masa lalu." ungkapnya.
Tak hanya itu, pemberian kenaikan pangkat kehormatan tersebut juga bertentangan dengan janji Presiden Joko Widodo dalam Nawacitanya. Jokowi pernah berjanji akan menuntaskan berbagai kasus pelanggaran berat HAM di Indonesia sejak Pemilu 2014 lalu.
Jokowi dalam pidatonya menyatakan penyesalan atas 12 kasus pelanggaran HAM berat. Termasuk kasus penculikan dan penghilangan paksa yang ditetapkan Komnas HAM sebagai pelanggaran HAM berat sejak 2006.
Lebih lanjut, pemberian gelar kehormatan terhadap Prabowo Subianto dinilai akan merusak nama baik institusi TNI. Dulu Prabowo diberhentikan secara tidak hormat karena terlibat atau bertanggung jawab atas kejahatan kemanusiaan.
Namun, hari ini Prabowo Subianto justru mendapat pangkat kehormatan Jenderal bintang empat. Oleh karena itu, Koalisi Masyarakat Sipil mendesak 5 poin berikut:
BACA JUGA: Zainal Arifin Mochtar Diduga Sindir Jokowi Soal Pemberian Bintang 4 Untuk Prabowo
1. Presiden untuk membatalkan rencana pemberian pangkat kehormatan terhadap Prabowo Subianto yang diduga terlibat dalam kasus penculikan dan penghilangan orang secara paksa tahun 1997-1998.
2. Komnas HAM RI mengusut dengan serius kasus kejahatan pelanggaran HAM berat masa lalu dengan memanggil serta memeriksa Prabowo Subianto atas keterlibatannya dalam kasus penghilangan orang secara paksa tahun 1997-1998.
3. Kejaksaan Agung Republik Indonesia untuk segera melakukan penyidikan dan penuntutan terhadap kasus pelanggaran HAM yang berat dalam hal ini kasus penghilangan orang secara paksa tahun 1997-1998.
4. Pemerintah dalam hal ini Presiden beserta jajarannya menjalankan rekomendasi DPR RI tahun 2009 yakni untuk membentuk pengadilan HAM ad hoc, mencari 13 orang korban yang masih hilang, merehabilitasi dan memberikan kompensasi kepada keluarga korban yang hilang, dan meratifikasi konvensi Anti Penghilangan Paksa sebagai bentuk komitmen dan dukungan untuk menghentikan praktik penghilangan paksa di Indonesia.
5. TNI-POLRI untuk menjaga netralitas dan tidak terlibat dalam aktivitas politik.
Cek berita dan artikel yang lain di GOOGLE NEWS