Aksi demonstrasi mahasiswa kembali mewarnai Yogyakarta pada Sabtu (30/8) hingga Minggu (31/8) 2025. Ribuan massa dari berbagai elemen turun ke jalan, termasuk mahasiswa dari Universitas Amikom Yogyakarta. Namun, aksi yang dimaksudkan untuk menyuarakan aspirasi itu berubah menjadi tragedi besar ketika salah satu peserta, Rheza Sendy Pratama (21), ditemukan meninggal dunia.
Dilansir Liputan6, Rheza sempat dilarikan ke RSUP Dr. Sardjito setelah kericuhan di depan Mapolda DIY pecah. Sayangnya, nyawanya tidak tertolong. Sekitar pukul 07.00 WIB, Minggu pagi, ia dinyatakan meninggal dunia oleh pihak rumah sakit. Kabar itu langsung menyebar cepat dan mengguncang publik, khususnya kalangan mahasiswa Yogyakarta.
Kronologi Menurut Mahasiswa
Versi lain mengenai kronologi datang dari Forum BEM se-DIY. Mengutip Tirto.id, Rheza ikut dalam barisan mahasiswa yang sedang melakukan aksi. Ia menggunakan sepeda motor untuk mengikuti pergerakan massa. Namun, ketika polisi mulai menembakkan gas air mata, suasana menjadi kacau. Motor yang dikendarainya tiba-tiba mati, membuat Rheza tertinggal dari rombongan.
Saat rekan-rekannya berhasil menyelamatkan diri, Rheza justru terjatuh. Forum BEM menyebutkan ada dugaan bahwa setelah itu ia sempat didekati aparat. Tak lama kemudian, ia ditemukan dalam kondisi tidak sadarkan diri dan kemudian meninggal.
Ketua BEM Amikom Yogyakarta, Alfito Afriansyah, dalam wawancara dengan Radar Jogja (Jawapos) juga menegaskan bahwa video yang beredar memperlihatkan Rheza memang tertinggal di belakang ketika aparat menembakkan gas air mata. Setelah itu, keberadaannya tidak jelas hingga kabar kematian menyusul.
Kondisi Jenazah yang Mengejutkan
Keluarga Rheza memberikan kesaksian yang membuat publik semakin terkejut. Mengutip Detik News, ayah Rheza, Yoyon Surono, mengatakan tubuh anaknya penuh dengan luka. Ada bekas memar di hampir seluruh badan, luka sayatan, bekas injakan sepatu PDL, kepala remuk, hingga leher patah. Wajahnya pun tampak terkena gas air mata.
Radar Jogja juga melaporkan hal serupa. Menurut keluarga, luka-luka itu membuat mereka sulit menerima kematian tersebut sebagai hal yang wajar. Namun, meski kondisi jenazah begitu mengenaskan, mengutip Kumparan, keluarga tetap menolak autopsi yang ditawarkan pihak kepolisian. Mereka memilih mengikhlaskan kepergian putranya sebagai sebuah musibah, meski hati mereka diliputi tanda tanya besar.
Reaksi Kampus
Universitas Amikom Yogyakarta tidak tinggal diam. Dilansir Kompas Yogyakarta, pihak kampus menyampaikan duka mendalam dan menegaskan pentingnya penyelidikan transparan dari aparat. Mereka menunggu penjelasan resmi dari kepolisian dan mendorong agar investigasi dilakukan secepatnya.
Mengutip dari Tribun Jogja, organisasi mahasiswa di kampus tersebut juga menyatakan solidaritas. Mereka menilai tragedi ini harus menjadi momentum memperkuat perjuangan mahasiswa dan menuntut jaminan keamanan saat menyuarakan pendapat.
Sikap Kepolisian
Dari pihak kepolisian, Kapolda DIY Irjen Pol Anggoro Sukartono memberikan pernyataan. Dalam wawancara yang dikutip Kompas.com, ia menyatakan siap melakukan penyelidikan lebih lanjut, bahkan membuka jalur penyidikan resmi jika keluarga menginginkannya. Namun hingga kini, polisi belum merilis detail penyebab pasti kematian Rheza.
Pernyataan itu menuai reaksi beragam. Sebagian pihak menilai kepolisian seharusnya mengambil langkah investigasi tanpa menunggu izin keluarga, mengingat kasus ini menyangkut kepentingan publik dan hak demokrasi.
Duka Mendalam Keluarga
Bagi keluarga, kehilangan Rheza adalah pukulan berat. Mengutip dari Tribunnews Nasional, sang ayah mengaku sudah melarang putranya untuk ikut aksi. Ia sempat meminta Rheza tetap berada di rumah. Namun, sang anak tetap memilih berangkat bersama rekannya. Percakapan itu kini menjadi kenangan terakhir yang menyayat hati.
Keluarga Rheza pun mendapat banyak dukungan dari masyarakat luas. Sejumlah tokoh mahasiswa hingga aktivis HAM menyatakan keprihatinan mendalam. Mereka menilai tragedi ini menunjukkan masih lemahnya jaminan kebebasan berpendapat di Indonesia.
Rheza, Simbol Perjuangan
Sejumlah media juga menyoroti posisi Rheza sebagai simbol perjuangan. Dilaporkan Netralnews, Rheza disebut sebagai martir yang gugur di tengah gejolak perlawanan mahasiswa. Meski keluarga menolak proses autopsi dan memilih jalan ikhlas, suara publik yang menuntut kebenaran terus bergema.
KalderaNews menulis bahwa kasus Rheza akan terus menjadi sorotan publik hingga ada kejelasan. Sebab, kematian seorang mahasiswa dalam konteks demonstrasi menyisakan pertanyaan serius: sejauh mana negara melindungi warganya ketika menyampaikan pendapat di ruang publik?
Analisis: Antara Kebebasan dan Kekerasan
Kasus Rheza membuka kembali perdebatan tentang relasi antara aparat keamanan dan mahasiswa di jalanan. Mengutip dari Kompas Regional, insiden kekerasan dalam demonstrasi bukan pertama kali terjadi. Namun, ketika berujung pada hilangnya nyawa, sorotan publik menjadi jauh lebih tajam.
Pengamat politik menilai, kasus ini akan menjadi ujian besar bagi kepolisian di era keterbukaan informasi. Tanpa investigasi yang transparan, publik akan terus meragukan komitmen aparat dalam menjaga hak demokrasi.
Selain itu, tragedi ini juga menjadi alarm bagi kampus. Universitas tidak bisa hanya diam ketika mahasiswa mereka menghadapi risiko besar di lapangan. Dukungan moral, advokasi hukum, hingga perlindungan psikologis bagi keluarga korban menjadi kewajiban institusi pendidikan.
Penutup
Tragedi kematian Rheza Sendy Pratama adalah duka mendalam bagi dunia akademik Yogyakarta dan Indonesia. Ia bukan hanya seorang mahasiswa, melainkan juga simbol keberanian anak muda yang berani turun ke jalan menyuarakan aspirasi.
Namun, kematiannya menyisakan luka besar. Publik menuntut keadilan, keluarga kehilangan putra tercinta, dan kampus kehilangan salah satu mahasiswanya. Mengutip dari berbagai sumber, tuntutan utama kini jelas: pengungkapan kebenaran.
Hingga saat ini, publik masih menunggu langkah nyata dari kepolisian, pemerintah, maupun kampus. Sebab, kematian seorang mahasiswa dalam aksi demonstrasi bukan sekadar kabar duka, melainkan potret rapuhnya jaminan kebebasan berekspresi di negeri ini.