Wakil Presiden RI, Gibran Rakabuming Raka, resmi digugat perdata dengan nilai fantastis: Rp125 triliun. Gugatan ini dilayangkan oleh Subhan, seorang warga sipil yang menuding ada cacat hukum dalam pencalonan Gibran.
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menerima gugatan itu pada 29 Agustus 2025 dengan nomor perkara 583/Pdt.G/2025/PN Jkt.Pst. Sidang perdana dijadwalkan 8 September mendatang, dengan Gibran dan KPU duduk sebagai tergugat.
Dalam gugatannya, Subhan menilai Gibran dan KPU melakukan Perbuatan Melawan Hukum (PMH). Ia menuntut Gibran dinyatakan tidak sah sebagai Wakil Presiden periode 2024–2029. Nilai Rp125 triliun yang diajukan disebut sebagai ganti rugi materiil dan immateriil, namun tidak untuk kepentingan pribadi. Subhan meminta uang itu disetor ke kas negara.
Pangkal masalahnya ada pada pendidikan Gibran. Subhan menegaskan Gibran tak memenuhi syarat karena tidak menempuh SMA atau sederajat di Indonesia.
“Syarat jadi cawapres tidak terpenuhi. Gibran tidak pernah sekolah SMA sederajat berdasarkan hukum RI,” ucap Subhan pada Rabu (3/9/2025).

Data KPU mencatat Gibran menamatkan sekolah di Orchid Park Secondary School Singapura (2002–2004) dan UTS Insearch Sydney, Australia (2004–2007). Bagi Subhan, ijazah luar negeri tidak bisa disamakan dengan SMA dalam negeri sebagaimana dimandatkan UU Pemilu.
Ia menuding KPU keliru menafsirkan regulasi bahkan menyebut ada tekanan politik dalam proses pencalonan.
“Meski (institusi luar negeri) setara (SMA), di UU nggak mengamanatkan itu. Amanatnya tamat riwayat SLTA atau SMA, hanya itu. Ini pure hukum, ini kita uji di pengadilan. Apakah boleh KPU menafsirkan pendidikan sederajat dengan pendidikan luar negeri,” tegas Subhan.
Bagi Subhan, gugatan ini bukan sekadar soal Gibran, tapi juga uji legalitas: apakah KPU memang punya kewenangan menyamakan ijazah luar negeri dengan SMA Indonesia. Putusan pengadilan bisa jadi preseden besar bagi masa depan pencalonan presiden dan wakil presiden di Indonesia.