Drama besar dari panggung penghargaan paling bergengsi di dunia, Nobel Perdamaian. Pemenang tahun 2025 ini, pemimpin oposisi Venezuela Maria Corina Machado, yang awalnya dipuja-puja sebagai "pejuang demokrasi", kini justru jadi bulan-bulanan kecaman global.
Euforia kemenangannya cuma bertahan seumur jagung. Nggak lama setelah diumumkan, jejak digital dan pernyataan politiknya di masa lalu kembali viral dan sukses mengubahnya dari "pahlawan" menjadi "penjahat" di mata banyak orang. Jadi, apa saja sih "dosa" masa lalunya yang bikin heboh ini?
1. Dituduh Pro-Israel Garis Keras: "Perjuangan Venezuela Adalah Perjuangan Israel"
Ini adalah "dosa" pertama dan paling fatal yang jadi pemicu utama amarah publik. Sebuah unggahan lawasnya di media sosial kembali viral. Di situ, Machado dengan sangat tegas menyatakan dukungannya untuk Israel.
"Perjuangan Venezuela adalah perjuangan Israel," tulisnya, sambil menyebut negara tersebut sebagai "sekutu sejati kebebasan."
Di tengah genosida yang terjadi di Gaza, pernyataan ini sontak dianggap sebagai dukungan terhadap tindakan Israel. Jauh dari citra "pejuang perdamaian" yang coba dibangun oleh Komite Nobel.
2. Ternyata Punya 'Surat Perjanjian' dengan Partai Netanyahu
Kecurigaan ini makin diperkuat oleh temuan dari seorang anggota parlemen Norwegia, Bjornar Moxnes. Ia membongkar fakta bahwa Machado pernah menandatangani dokumen kerja sama dengan Partai Likud pimpinan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu pada tahun 2020.
Bagi banyak orang, punya hubungan resmi dengan partai yang dianggap bertanggung jawab atas kekerasan di Palestina jelas-jelas bertentangan dengan semangat Hadiah Nobel Perdamaian.
3. Dikecam Organisasi Muslim Terkemuka di Amerika
Gelombang protes makin besar saat Dewan Hubungan Amerika-Islam (CAIR), salah satu organisasi hak sipil muslim terbesar di AS, ikut angkat bicara. Mereka nggak main-main, langsung mengecam keras keputusan Komite Nobel.
CAIR menyebut penetapan Machado sebagai pemenang adalah “keputusan yang tidak berperikemanusiaan”. Mereka bahkan memperingatkan bahwa langkah ini bisa merusak reputasi Komite Nobel yang sudah dibangun puluhan tahun.
4. Pernah Minta 'Bantuan Asing' Buat Gulingkan Pemerintahannya Sendiri
Kontroversi Machado ternyata nggak cuma soal Israel. Pada tahun 2018, ia pernah menulis surat kepada para pemimpin Israel dan Argentina. Isinya? Secara terbuka meminta dukungan untuk "membongkar rezim kriminal Venezuela."
Seruan ini oleh banyak pihak diartikan sebagai permintaan intervensi militer asing ke negaranya sendiri. Sebuah langkah yang sangat radikal dan jauh dari kata "damai".
5. Ironi 'Pejuang Perdamaian' yang Penuh Kontroversi
Dan inilah ironi terbesarnya. Komite Nobel memujinya sebagai "pejuang perdamaian" dan "tokoh pemersatu" yang berani melawan otoritarianisme. Ketua Komite Nobel bahkan bilang kalau Machado telah "menjaga nyala demokrasi tetap hidup di tengah kegelapan."
Tapi, dengan terungkapnya semua "dosa" masa lalunya ini, pujian setinggi langit itu kini terasa hampa. Banyak yang bertanya, "Pejuang perdamaian macam apa yang mendukung genosida dan meminta negara asing menginvasi negerinya sendiri?"
Kasus ini menjadi "tamparan" keras bagi Komite Nobel. Ini adalah bukti bahwa di era digital ini, jejak masa lalu seorang tokoh tidak akan pernah bisa benar-benar terkubur.