Di tengah upaya memperkuat layanan kesehatan jiwa di Indonesia, Yayasan SATUNAMA Yogyakarta hadir sebagai ruang yang aman bagi penyandang disabilitas psikososial.
Di tempat ini, mereka tidak hanya mendapatkan pendampingan, tetapi juga kesempatan untuk kembali membangun kepercayaan diri sebelum pulang ke lingkungan keluarga dan masyarakat.
Melalui Rumah Pembelajaran Kesehatan Jiwa (RPKJ), SATUNAMA berperan sebagai rumah antara yang membantu warga dampingan menjalani proses pemulihan secara bertahap.
Pendekatan yang digunakan menyentuh berbagai aspek, mulai dari kemandirian, interaksi sosial, hingga keterlibatan keluarga sebagai bagian penting dari proses tersebut.
SATUNAMA dan Perjalanan Pelayanannya
Yayasan SATUNAMA Yogyakarta merupakan organisasi nirlaba yang bergerak di bidang pemberdayaan masyarakat melalui pendampingan, advokasi, dan pelatihan.
Secara formal, SATUNAMA berdiri pada 25 Maret 1998. Sebelum itu, lembaga ini merupakan bagian dari Unitarian Service Committee (USC) Canada yang sudah bekerja di Indonesia sejak tahun 1975.
Salah satu pendiri SATUNAMA, Methodius Kusumahadi, sebelumnya adalah staf USC Canada. Setelah menyelesaikan tugasnya, ia kemudian membangun SATUNAMA sebagai wujud keberlanjutan dari layanan pemberdayaan yang telah dimulai sebelumnya.
Dulu, SATUNAMA memiliki kepanjangan Kesatuan Pelayanan Bersama, dengan fokus pada kelompok marjinal dan kelompok rentan, khususnya penyandang disabilitas mental.
Saat ini, SATUNAMA memiliki lima departemen, yakni Departemen Umum; Pembangunan Berkelanjutan dan Pemberdayaan Masyarakat; Demokrasi, Pemerintahan, Politik dan Inklusi Sosial; Kesehatan Jiwa dan Disabilitas; serta Pelatihan, Konsultasi, dan Fundraising.
Pada Rabu (12/11/2025), Departemen Kesehatan Jiwa dan Disabilitas mengadakan kelas belajar Bahasa Inggris bersama mahasiswa magang dari Australia.
Enam warga dampingan mengikuti pembelajaran dengan penuh semangat. Setelah itu, suasana dibuat semakin hangat dengan permainan uno stacko yang menambah warna kegiatan hari itu.
RPKJ SATUNAMA: Ruang Pemulihan dan Persiapan Kembali ke Masyarakat
Rumah Pembelajaran Kesehatan Jiwa (RPKJ) merupakan layanan kesehatan jiwa berbasis institusi yang hadir untuk menjawab kebutuhan pendampingan pascaperawatan di rumah sakit.
Selama ini, banyak warga yang kembali ke rumah tanpa pendampingan lanjutan, sehingga proses pemulihan sering kali terputus di tengah jalan.
Kepala Unit Training dan Konsultasi SATUNAMA, Debora Ratri, mengungkapkan bahwa RPKJ berfungsi sebagai rumah antara yang mempersiapkan warga dampingan sebelum kembali ke keluarga dan masyarakat.
“Yayasan ini merupakan rumah antara, jadi di sini kami membekali mereka untuk kembali ke rumah, kembali ke keluarga, dan kembali ke masyarakat,” ujar Debora pada Rabu (12/11/2025).
Pendamping RPKJ, Patrik, menambahkan bahwa program ini berfokus pada rehabilitasi psikososial. Sebagian besar warga dampingan yang datang dirujuk melalui Rumah Sakit Grhasia.
Mereka dikenal sebagai Warga Dampingan (WD) selama menjalani proses rehabilitasi di SATUNAMA.
Patrik menjelaskan bahwa pendampingan di RPKJ berfokus pada penguatan aspek psikososial, mulai dari kemampuan merawat diri, membangun rutinitas, hingga melatih interaksi dengan orang lain. Hal ini menjadi bagian penting untuk membantu mereka kembali hidup mandiri.
Ia mengakui bahwa stigma dari masyarakat dan keluarga masih kerap muncul. Namun, banyak keluarga yang membawa anggota keluarganya ke SATUNAMA karena berharap mereka bisa pulih dan menjalani hidup yang lebih baik.
Di RPKJ sendiri, istilah sembuh tidak digunakan, karena kondisi mental sering kali tetap menyisakan gejala. Fokus utamanya adalah bagaimana warga dampingan dan keluarga dapat mengelola kondisi tersebut.
Kriteria masuk RPKJ mencakup usia produktif dan diagnosa tunggal disabilitas mental tanpa ragam disabilitas lainnya. Keterlibatan keluarga juga menjadi syarat penting.
“Kami berharap keluarga terlibat dari awal sampai warga dampingan pulang. Saat ada konseling psikolog, keluarga kami libatkan. Keluarga juga bisa memantau perkembangannya,” ujar Patrik.
Beberapa warga dampingan menunjukkan perkembangan yang baik. Salah satunya bahkan sudah bekerja di penginapan milik SATUNAMA sebagai resepsionis dan housekeeping.
Meski begitu, tantangan tetap ada. Kondisi mood yang naik turun membuat pendamping perlu memberikan perhatian ekstra, termasuk memastikan mereka minum obat dengan teratur.
Saat ini RPKJ menampung enam warga dampingan dari kapasitas maksimal tiga belas orang. Patrik mengingat kasus ketika salah satu warga keluar tanpa izin sehingga tim pendamping harus mencarinya untuk memastikan keselamatannya.
Patrik juga menyampaikan harapannya agar warga dampingan bisa kembali pulih dan dapat kembali ke masyarakat. Selain itu, ia juga berharap agar mereka dapat diterima kembali oleh keluarga dan lingkungannya.
“Semoga teman-teman warga dampingan bisa pulih, kembali ke masyarakat, dan diterima kembali oleh keluarga serta lingkungan,” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa layanan kesehatan jiwa di Yogyakarta sudah cukup baik, tetapi masih perlu ditingkatkan terutama pada aspek edukasi untuk mengenali tanda awal masalah kejiwaan agar bisa dicegah lebih cepat.
SATUNAMA Yogyakarta terus berupaya membuka jalan bagi penyandang disabilitas psikososial untuk kembali berdaya dan diterima di tengah masyarakat.
RPKJ tidak hanya mendampingi warga dalam membangun kembali kemandirian, tetapi juga memastikan mereka memiliki lingkungan yang siap menerima.