Mengapa Regulasi, Ahli Gizi, dan Hak Anak Penting Untuk Memperkuat MBG?

Bimo Aria Fundrika | Alya Rahma
Mengapa Regulasi, Ahli Gizi, dan Hak Anak Penting Untuk Memperkuat MBG?
SPPG Putri, Merauke, Papua Selatan. (badangizinasional.ri)

Ketika Program Makan Bergizi Gratis (MBG) diluncurkan awal tahun 2025, banyak orang melihatnya sebagai langkah progresif pemerintah baru dalam menjawab masalah gizi nasional. Di tengah angka stunting yang masih 19,8 persen dan anemia remaja yang mencapai 15,5 persen, janji untuk menghadirkan makanan bergizi bagi 82,9 juta penerima manfaat terdengar seperti harapan baru.

MBG menyasar anak sekolah, ibu hamil dan menyusui, balita, lansia miskin, hingga penyandang disabilitas. Dengan anggaran Rp71 triliun, program ini menjadi salah satu intervensi sosial terbesar dalam sejarah Indonesia modern. Besarnya skala ini membuka peluang bagi transformasi gizi nasional, sekaligus menuntut tata kelola yang kokoh.

Namun dibalik semangat besar itu, muncul pertanyaan, apakah ambisi besar ini diimbangi dengan tata kelola yang kuat?

Tata kelola atau governance bukan sekadar istilah birokrasi. Ia adalah sistem yang menentukan siapa melakukan apa, bagaimana keputusan diambil, dan kepada siapa pertanggungjawaban diberikan.

Dalam konteks MBG, tata kelola berarti sejauh mana pemerintah mampu memastikan rantai penyediaan makanan dari dapur hingga piring anak berjalan aman, bersih, dan adil. Bukan hanya soal jumlah porsi yang tersalurkan, tetapi bagaimana setiap porsi mencerminkan akuntabilitas negara terhadap kesehatan generasi mudanya.

Ilustrasi Dapur MBG (Instagram)
Ilustrasi Dapur MBG (Instagram)

Program sebesar ini seharusnya menjadi wujud nyata gotong royong lintas sektor yang terdiri dari pemerintah pusat, daerah, tenaga gizi, petani lokal, dunia usaha, dan masyarakat sipil agar bekerja di jalur yang sama.

Dalam rancangan idealnya, MBG bukan sekadar bagi-bagi makanan, melainkan gerakan nasional membangun ketahanan gizi. Tata kelola yang baik menuntut transparansi, partisipasi publik, dan koordinasi lintas sektor. Pemerintah pusat semestinya menetapkan standar gizi dan keamanan pangan, sementara daerah diberi ruang menyesuaikan pelaksanaan sesuai kondisi lokal.

Dapur MBG seharusnya memberdayakan petani, nelayan, dan UMKM sekitar agar bahan pangan segar menjadi tulang punggung program. Dengan cara tersebut, MBG tidak hanya  memperbaiki status gizi anak, namun juga mampu menggerakkan roda ekonomi masyarakat.

Di sisi lain, sistem digital pelaporan seharusnya memudahkan setiap dapur melaporkan menu, jumlah porsi, dan kendala secara real-time, sehingga pengawasan tidak lagi bergantung pada laporan manual yang lambat.

Edukasi gizi di sekolah pun seharusnya menjadi bagian dari program, agar anak tidak hanya makan, tapi juga memahami mengapa gizi penting bagi tubuh dan masa depannya.

Sayangnya, pelaksanaan MBG belum sepenuhnya mencerminkan cita-cita itu. Dalam beberapa bulan pertama, laporan keracunan makanan muncul dari berbagai daerah.

Data Badan Gizi Nasional (BGN) mencatat 17 Kejadian Luar Biasa (KLB) keracunan di 10 provinsi pada fase awal, sementara Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) melaporkan 11.566 siswa terdampak hingga Oktober 2025.

Sebagian besar kasus disebabkan oleh dapur yang belum memenuhi standar higiene dan sanitasi, atau bahan pangan yang tidak terjamin kesegarannya.

Di beberapa daerah, dapur bahkan sempat ditutup karena tak lolos inspeksi BPOM. Sementara itu, keterlibatan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dalam distribusi logistik memang mempercepat jangkauan, namun menimbulkan dilema, seperti tidak semua aparat memiliki kompetensi teknis di bidang gizi dan pengolahan pangan sehat. Tanpa koordinasi yang jelas potensi kesalahan teknis antara tenaga militer dan ahli gizi sipil sulit dihindari.

Lebih memprihatinkan lagi, muncul praktik administratif yang menyalahi prinsip transparansi publik. Sejumlah orang tua di beberapa sekolah diminta menandatangani surat pernyataan “tidak akan menuntut” bila anak mereka mengalami keracunan akibat program MBG.

Seperti disampaikan oleh Koordinator JPPI, Ubaid Matraji, kebijakan semacam ini justru membungkam partisipasi masyarakat dan bertentangan dengan semangat keterbukaan informasi publik. Praktik seperti ini menunjukkan bahwa yang rapuh bukan hanya dapur, melainkan juga kepercayaan antara negara dan warganya.

Masalah itu menggambarkan satu hal, pemerintah terlalu fokus pada kecepatan cakupan, tetapi mengabaikan kualitas dan kesiapan sistem. Tanpa pelatihan ‘cukup’ bagi juru masak, tanpa pengawasan rantai distribusi yang kuat, dan tanpa sistem evaluasi berbasis data, ambisi besar MBG dapat berbalik menjadi bumerang politik dan sosial.

Di balik semua angka dan laporan tersebut di atas, terdapat hal yang lebih mendasar, seperti hak anak atas makanan yang aman, bergizi, dan bermartabat. Hak ini dijamin konstitusi, bukan hadiah dari negara. Ketika anak-anak mengalami keracunan akibat makanan dari program pemerintah, yang rusak bukan hanya kesehatan mereka, tapi juga kepercayaan publik terhadap negara yang seharusnya melindungi.

Inilah saatnya pemerintah melihat MBG bukan sekadar proyek politik, melainkan amanah moral. Transparansi data, pelibatan masyarakat, dan pemberdayaan tenaga gizi profesional harus menjadi pondasi baru.

Surat persetujuan orang tua seharusnya menjamin hak anak atas makanan aman, bukan menjadi alat untuk meniadakan tanggung jawab. Program sebesar ini seharusnya menumbuhkan rasa percaya, bukan rasa takut. 

Pemerintah Indonesia terus berupaya memperkuat sistem ketahanan dan pemenuhan gizi nasional melalui pembentukan lembaga yang berfokus khusus pada isu gizi masyarakat. Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2024 tentang Badan Gizi Nasional (BGN) menjadi langkah penting pemerintah dalam memperkuat tata kelola gizi di Indonesia.

Melalui regulasi ini, BGN dibentuk untuk memastikan pemenuhan gizi masyarakat dilakukan secara terencana, terkoordinasi, dan berkelanjutan. Lembaga ini bertugas mengatur berbagai aspek, mulai dari kebijakan teknis, penyediaan dan penyaluran gizi, hingga promosi, kerja sama, serta pengawasan pelaksanaannya.

Fokus utamanya mencakup kelompok prioritas, seperti anak usia pra sekolah dan sekolah, ibu hamil, dan ibu menyusui. Selain itu, peraturan ini juga memindahkan fungsi penanganan kerawanan gizi dari Badan Pangan Nasional ke BGN, agar penanganan gizi di Indonesia menjadi lebih terarah dan tidak tumpang tindih antar lembaga.

Tata kelola MBG perlu diarahkan ulang. Sentralisasi kebijakan di tangan lembaga pusat seperti BGN mungkin efisien di awal, tapi tanpa partisipasi daerah dan masyarakat, efektivitasnya semu.

Pemerintah daerah tahu lebih baik kondisi lokal, petani setempat tahu cara menjaga kesegaran bahan, dan sekolah tahu kebutuhan anak didiknya. Dengan melibatkan semua pihak dalam posisi sejajar, MBG dapat menjadi program berkeadilan sosial, bukan sekadar kebijakan top-down.

Sesungguhnya MBG merupakan cerminan apakah negara benar-benar memandang gizi anak sebagai investasi masa depan, atau sekadar proyek politik jangka pendek.

Makanan bergizi di piring anak Indonesia bukan sekedar asupan gizi yang memadai, namun simbol kehadiran negara yang peduli, profesional, dan transparansi dalam mengelola program ini. Karena pada akhirnya, menjaga gizi anak berarti menjaga masa depan bangsa.

-------------------------------------------------

REFERENSI

  • CNN Indonesia. (2025). Mensesneg Target Perpres Tata Kelola MBG Rampung Pekan Depan. [online] Tersedia di: https://www.cnnindonesia.com/nasional/20251005134853-20-1281161/mensesneg-target-perpres-tata-kelola-mbg-rampung-pekan-depan [Diakses 14 Oktober 2025].
  • Wantimpres.go.id. (2025). Mensesneg Target Perpres Tata Kelola MBG Rampung Pekan Depan. [online] Tersedia di: https://wantimpres.go.id/id/newsflows/mensesneg-target-perpres-tata-kelola-mbg-rampung-pekan-depan/ [Diakses 14 Oktober 2025].
  • Indonesia.go.id. (2025). Pemerintah Matangkan Regulasi Program MBG, Lintas Kementerian Siap Bersinergi. [online] Tersedia di: https://indonesia.go.id/kategori/sosial-budaya/10159/pemerintah-matangkan-regulasi-program-mbg-lintas-kementerian-siap-bersinergi?lang=1 [Diakses 14 Oktober 2025].
  • Kompas.id. (2025). Tata Kelola Makan Bergizi Gratis. [online] Tersedia di: https://www.kompas.id/artikel/tata-kelola-makan-bergizi-gratis [Diakses 14 Oktober 2025].
    Law.ui.ac.id. (2025). Perpres MBG Jangan Sekadar Atur Tata Kelola Makanan – oleh Nur Fauzi Ramadhan S.H. [online] Tersedia di: https://law.ui.ac.id/perpres-mbg-jangan-sekadar-atur-tata-kelola-makanan-oleh-nur-fauzi-ramadhan-s-h/ [Diakses 14 Oktober 2025].
  • Badan Gizi Nasional. (2025). BGN Perkuat Sinergi Tata Kelola MBG di Tiga Provinsi. [online] Tersedia di: https://www.bgn.go.id/news/siaran-pers/bgn-perkuat-sinergi-tata-kelola-mbg-di-tiga-provinsi [Diakses 14 Oktober 2025].
  • Setneg.go.id. (2025). Enam Langkah Strategis Pemerintah Perkuat Tata Kelola MBG. [online] Tersedia di: https://www.setneg.go.id/baca/index/enam_langkah_strategis_pemerintah_perkuat_tata_kelola_mbg [Diakses 14 Oktober 2025].
  • Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI). (2024). Policy Paper Makan Bergizi Gratis: Menilik Tujuan, Anggaran, dan Tata Kelola Program. Jakarta: CISDI.
  • Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI). (2025). Policy Paper Mengkaji Program Makan Bergizi Gratis: Seri Kedua. Jakarta: CISDI.
  • Azmi, Z., & kolega. (2025). A Comprehensive Study on MBG (Makan Bergizi Gratis) in the Prabowo-Gibran Cabinet: Evaluating the Psychological and Health Impacts of the Policy on Underserved Communities. Jurnal Ilmu Psikologi dan Kesehatan (SIKONTAN), 3(4), 177-186.
  • https://publish.ojs-indonesia.com/index.php/SIKONTAN/article/view/2783 
    Badan Gizi Nasional (BGN). (2025, April 24). Evaluasi Mendalam Dilakukan BGN untuk Meningkatkan Kualitas Program Makanan Bergizi (MBG).
  • https://www.bgn.go.id/news/siaran-pers/evaluasi-mendalam-dilakukan-bgn-untuk-meningkatkan-kualitas-program-makanan-bergizi-mbg
  • Commission on Dietetic Registration (CDR). (2025) Scope and Standards of Practice for Registered Dietitian Nutritionists: Revised 2025 Edition. Academy of Nutrition and Dietetics, Chicago.
  • Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI). (2025) Pedoman Pelayanan Gizi Terpadu dan Tata Laksana Obesitas Nasional 2025. Jakarta: Kemenkes RI.
  • Pemerintah Republik Indonesia. (2024) Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2024 tentang Badan Gizi Nasional. Jakarta: Sekretariat Negara Republik Indonesia.
  • Detik.com. (2025). JPPI Beberkan Data Statistik Keracunan MBG, Ada Kasus di Dua Provinsi Baru.
    https://www.detik.com/edu/sekolah/d-8157975/jppi-beberkan-data-statistik-keracunan-mbg-ada-kasus-di-dua-provinsi-baru 
    Liputan6.com. (2025, 13 Oktober). JPPI: Korban Keracunan MBG Capai 11.566 hingga 12 Oktober 2025.
    https://www.liputan6.com/health/read/6182952/jppi-korban-keracunan-mbg-capai-11566-hingga-12-oktober-2025 
    Kementerian Keuangan RI. (2025, February 17). Program Makan Bergizi Gratis (MBG): Dinamika dan Sorotan. Media Keuangan.
    https://mediakeuangan.kemenkeu.go.id/article/show/program-makan-bergizi-gratis-mbg-dinamika-dan-sorotan
    Badan Gizi Nasional (BGN). (2025). Evaluasi MBG dan Penguatan Tata Kelola Distribusi Makanan Sekolah.
    https://www.bgn.go.id/news/evaluasi-mbg-2025 
    Reuters. (2025, September 26). Indonesia Agency Says Lack of Oversight in Free Meal Programme Led to Food Poisoning.
    https://www.reuters.com/world/asia-pacific/indonesia-agency-says-lack-oversight-free-meal-programme-led-food-poisoning-2025-09-26
    Kementerian Kesehatan RI. (2025). Pedoman MBG 2025: Penguatan Kolaborasi Lintas Sektor untuk Anak Indonesia Sehat.
    https://ahligizi.id/blog/2025/07/14/pedoman-mbg-2025

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak