Beragam acara diselenggarakan di penjuru dunia untuk menyambut hari kemenangan Idulfitri, begitu juga di Indonesia juga memiliki keunikan dan khasnya masing-masing setiap daerah.
Jika di Provinsi Riau, terdapat sebuah tradisi yang sudah ada sejak ratusan tahun lalu dan bertahan hingga saat ini. Adalah Perahu Baganduang yang merupakan sebuah tradisi di sungai Batang Kuantan di Lubuk Jambi tepatnya di Kabupaten Kuantan Singingi.
Pemuda Lubuk Jambi terus melestarikan Perahu Baganduang yang merupakan Warisan Tak Benda Indonesia (WTBI) ditetapkan pada tahun 2017 lalu. Konon tradisi ini sudah ada sejak ratusan tahun lamanya hingga kini masih bertahan.
Bagi masyarakat, momen hari raya Idulfitri ini selalu dinanti-nanti karena ada atraksi budaya yang hanya terselenggara satu kali dalam setahun di Lubu Jambi.
Persiapan membuat Perahu Baganduang dimulai saat memasuki minggu kedua ramadhan mulai dari mencari perahu, mempersiapkan bambu, rotan, serta kain untuk menghias gulang-gulang yang dilakukan oleh sekelompok pemuda, biasanya masing-masing desa di sekitaran Topian Muko Lobuah membuat Perahu Baganduang ini.
Selayang pandang Perahu Baganduang
![Perahu dirangkai menjadi satu (Dok. Pribadi/ Rion Nofrianda)](https://media.arkadia.me/v2/articles/rionnofrianda/5bmKkjnHtwvK648Tklnq6spOBDWWzwL0.png)
Perahu Baganduang merupakan dua kata yang terdiri dari perahu dan baganduang, jika diartikan yaitu beberapa perahu yang disatukan.
Jumlah perahu disesuaikan dengan ukurannya, biasanya ada yang menggunakan 2 jalur besar saja, ada juga yang menggunakan 1 jalur besar dan dua jalur mini, serta terdapat juga pemuda yang menggabungkan 3 jalur mini serta menggunakan 1 jalur mini dan 2 perahu besar.
Perahu yang digunakan merupakan hasil sewaan dari desa lain yang tidak ikut serta dalam kegiatan Perahu Baganduang, biasanya didapatkan dari Kecamatan lain.
Perahu tersebut kemudian disatukan dengan bambu dan diikat dengan rotan maupun dengan ban dalam kendaraan. Antar perahu diberikan jarak kurang lebih 0,5 meter yang berfungsi untuk menopang beban yang dibawa saat atraksi budaya dimulai.
Setelah perahu selesai disatukan, maka akan dibuat pagar pembatas yang berbentuk segi empat di atas perahu dan dihiasi dengan daun enau atau daun kelapa muda serta diberikan papan sebagai lantainya.
Sebenarnya, inti dari Perahu Baganduang ini adalah gulang-gulang yang merupakan susunan dari bambu dengan panjang kurang lebih 7 hingga 8 meter dan besarnya 10 hingga 15 cm.
Bambu ini disusun sesuai dengan besarnya perahu, ada yang menyusunnya menjadi 9 bambu serta ada juga 5 susunan bambu. Bambu-bambu ini disusun dan disatukan dengan kayu dan dipaku bertujuan untuk mempererat keterkaitan antar bambu.
Sebelum menghias gulang-gulang, kelompok pemuda membuat terlebih menyusun rancangan desain gulang-gulang yang akan dibuat.
Setelah sepakat, pemuda akan mulai mengerjakan hiasannya secara bergotong-royong sesuai dengan tanggung jawabnya masing-masing. Biasanya, pengerjaan gulang-gulang ini dilakukan selama beberapa hari dan puncak penyelesaiannya pada malam Idulfitri.
Bambu yang telah disusun menjadi gulang-gulang, kemudian diberikan penanda pada beberapa titiknya dan dipahat sesuai konsep yang telah disepakati untuk membuat kerangkanya.
Bahan utama dalam penyusunan kerangka gulang-gulang ini yaitu bambu yang telah diraut dan tingkat ketebalan sesuai dengan posisi letaknya.
Simbol artefak
![Hiasan di Perahu Baganduang (Dok. Pribadi/ Rion Nofrianda)](https://media.arkadia.me/v2/articles/rionnofrianda/X2v2nKf88gfmZ8HTUzhRC1jUSI1mgxIw.png)
Terdapat simbol-simbol yang wajib ada pada sebuah gulang-gulang diantaranya tanduk serta labu yang berbentuk bulat. Simbol lainnya sesuai kreasi yang diberikan oleh pemuda-pemuda, ada yang menambahkan bulan bintang, persegi, carano hingga simbol love dalam hiasannya.
Kerangka gulang-gulang yang telah disusun kemudian dihiasi dengan kain berwarna dan menyesuaikan letaknya. Kain pada tanduk biasanya dibaluti dengan warna hitam maupun putih dan carano dibaluti kain berwarna kuning emas. Semua dibalut dengan kain sehingga sekilas melihat, gulang-gulang ini tidak seperti terbuat dari bambu.
Meriahnya pagi Idulfitri
![Pemuda menyalakan kembang api (Dok. Pribadi/ Rion Nofrianda)](https://media.arkadia.me/v2/articles/rionnofrianda/SVUDBzrKThqhjmpHCfNT6qmHdw8QZKLX.png)
Setelah malam Idulfitri tiba, dan semua gulang-gulang telah dihias. Maka saatnya, gulang-gulang serta perahu baganduang akan dibawa menuju hulu sungai saat dini hari menjelang subuh tiba dan gulang-gulang akan dipasang setelah sampai di titik lokasi tersebut.
Saat menuju ke hulu sungai, biasanya diiringi dengan alunan musik tradisional yang dikenal dengan nama calempong oguang.
Pemuda pun dengan bersemangat mendayung perahunya menuju hulu sungai dan sesekali berteriak kepada rekannya untuk mendayung lebih cepat.
Sesampainya di titik tujuan, gulang-gulang akan diletakkan dan diikat dengan posisi berdiri pada pagar kayu yang telah dibuat. Ornamen tambahan lainnya yang diberikan pada pagar tersebut yaitu marawa atau dikenal dengan bendera panjang, serta kain panjang yang di sisi kiri dan kanan perahu.
Sembari menunggu subuh menjelang, pemuda akan makan bersama dengan bekal yang dibawa. Makan bersama ini juga bisa dilakukan di salah satu rumah yang berada di hulu sungai setelah membuat kesepakatan dengan tuan rumah tersebut. Kelompok pemuda akan membayar sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan tuan rumah untuk memasak.
Setelah salat subuh dan matahari perlahan menampakkan diri, Perahu Baganduang akan hilir perlahan menuju desa masing-masing.
Sepanjang sungai kuantan meliputi Desa Pulau Binjai, Seberang Pantai dan Banjar Padang akan dipenuhi oleh masyarakat yang menyaksikan kemegahan hiasan gulang-gulang ini.
Kemeriahan semakin terasa dengan adanya kembang api yang menghiasi dan menyambut kehadiran Perahu Baganduang, dentuman cagak pun sesekali terdengar menambah semarak suasana pagi Idulfitri.
Datang dan saksikanlah suasana kemeriahan pagi menyambut Idulfitri di Kenegerian Lubuk Jambi Kabupaten Kuantan Singingi.