Pantai-pantai di seluruh dunia ternyata sudah tercemar butiran plastik berukuran sangat kecil, mulai dari nurdles (butiran plastik pra-produksi), bio-beads, hingga pecahan mikroplastik.
Potret suram ini terungkap dalam penelitian terbaru University of Portsmouth lewat Big Microplastic Survey (BMS), proyek sains warga terbesar yang melibatkan ribuan orang di 39 negara sejak 2018.
Dari hampir 59 ribu potongan plastik yang dianalisis, nurdles menjadi jenis paling dominan bahkan di Belanda jumlahnya 14 kali lebih tinggi dibanding negara lain akibat insiden tumpahan kapal kargo.
Pecahan plastik lebih banyak dijumpai di Kenya dan Honduras, sementara styrofoam marak di Indonesia, Thailand, dan Portugal. Pola ini menunjukkan bahwa polusi plastik adalah krisis global, dengan karakter berbeda di tiap wilayah.

Namun penelitian ini juga membuka harapan: ribuan relawan ikut serta, menunjukkan kekuatan sains warga dalam memetakan masalah yang sebelumnya sulit dijangkau metode tradisional.
Di banyak negara, LSM justru menjadi motor penggerak utama, memastikan data terus terkumpul konsisten dari lapangan.
“Polusi plastik bukan sekadar masalah lokal, melainkan krisis global. Survei ini membuktikan bahwa masyarakat bisa menjadi bagian penting dari solusi,” kata Dr. David Jones, penulis utama studi ini.
Senada dengan itu, Dr. Michelle Hale menegaskan sains warga mampu mengisi kesenjangan di wilayah dengan sumber daya terbatas, sekaligus menumbuhkan keterlibatan publik dalam menjaga lingkungan.
Temuan ini menegaskan bahwa menggabungkan partisipasi warga dan metode ilmiah tradisional adalah kunci memahami penyebaran mikroplastik. Lebih dari sekadar memetakan masalah, cara ini memberi arah bagi kebijakan pengurangan plastik sekaligus menggerakkan masyarakat untuk bertindak.
Penulis: Muhamad Ryan Sabiti