Kisah Akbar, Disabilitas Netra yang Berkelana di Ruang Sastra Tukar Akar

Bimo Aria Fundrika | Vicka Rumanti
Kisah Akbar, Disabilitas Netra yang Berkelana di Ruang Sastra Tukar Akar
Akbar Ariantono adalah salah satu anggota komunitas Tukar Akar yang menyandang disabilitas netra.

Akbar Ariantono (22) menikmati keindahan dunia dari arah yang berbeda. Dunia tanpa cahaya yang dialaminya, tak membatasi tekadnya untuk berkelana di ruang sastra. Komunitas Tukar Akar seakan menjadi saksi perjalanan puncaknya menemukan rumah untuk merangkai banyak cerita.

Berawal dari kelas 4 SD, Akbar dikenalkan oleh teman dekatnya untuk membaca cerita pendek (cerpen) buatan temannya. Di usianya yang masih belia, ia belum memiliki ketertarikan untuk masuk ke dunia sastra. Justru lukisanlah yang membuat ia terpesona. Namun, sejak saat itu ia selalu direkomendasikan oleh temannya untuk membaca beberapa judul novel. Lama-kelamaan, dunia ini masuk ke dalam pikirannya.

Akbar dahulu tidak menyandang disabilitas netra. Kondisi tersebut mulai ia alami sejak usianya sekitar 13 tahun, saat penglihatannya berangsur menurun. Akbar mulai memasuki dunia sastra ketika beranjak remaja dan berpikir untuk mencari ruang yang bisa menyambutnya dengan sukarela.

“Kepikirannya itu waktu SMP atau SMA. Kira-kira dunia menulis, membaca seperti ini ada nggak ya, komunitasnya? Ada nggak sih orang-orang yang sepaham untuk bisa diajak ngobrol? Karena yang aku rasain entah di sekolah atau di rumah itu saat ngobrolin buku dengan judul tertentu, mereka kaya kebingungan. Jadi di situ aku merasa kok aku sendirian?” keluhnya.

Ketika duduk di bangku SMA, Akbar semakin mantap dengan kegiatan tulis-menulis. Hal ini ia sadari ketika guru Bahasa Indonesianya, Arif Ma’ruf memberikan tugas untuk melakukan observasi dan deskripsi. Kesan ini kemudian ditangkap oleh Arif bahwa Akbar bisa menyalurkan ekspresinya melalui tulisan.

Pada akhirnya, tahun 2020 Akbar mendapat kesempatan untuk menulis antologi cerpen dan puisi bersama Yuda Wirajaya, temannya semasa SMA. Dari sini, ia semakin merasakan perlunya sebuah komunitas untuk menyalurkan minatnya. 

Tukar Akar merupakan sebuah komunitas sastra yang kini diikuti oleh Akbar. Komunitas ini lahir dari pemikiran anak muda yang memiliki kesetaraan cinta terhadap karya sastra. Hal terpenting bukan bagus atau tidaknya sebuah kata tercipta, melainkan dari masing-masing anggota yang mau belajar, berekspresi, serta bertumbuh bersama di dalamnya.

Diketuai oleh Kei Kurnia (28), komunitas ini baru saja berdiri pada 6 Agustus 2023. Meski terbilang baru, komunitas Tukar Akar telah melaksanakan berbagai kegiatan sastra yang positif untuk mengasah kreativitas anggotanya. Dengan segala potensi yang dimilikinya, pada pertengahan tahun 2025, Tukar Akar berhasil menerbitkan antologi puisi bertajuk “Ramuan Akar Cinta”.

Kei mengatakan bahwa ia ingin menumbuhkan semangat berbagi dan bertransformasi lewat pengalaman diri dan budaya. Hal ini kemudian diwujudkan melalui slogan yang diangkat, yakni “Muda, Berbudaya, dan Adaptif.” Tidak hanya bermain kata yang menjadikannya puitis, Tukar Akar juga mengajak para anggotanya untuk berpikir kritis dan menciptakan ruang inklusif.

Tukar Akar sebagai Ruang Inklusif

Kebersamaan Akbar dengan Kei di kegiatan Srawung Sastra (23/11/25) (Dok. Pribadi/Krista Noventi Deananda)
Kebersamaan Akbar dengan Kei di kegiatan Srawung Sastra (23/11/25) (Dok. Pribadi/Krista Noventi Deananda)

Di dalam komunitas Tukar Akar, terdapat 7 penyandang disabilitas netra, dengan 5 diantaranya tidak dapat melihat total, dan 2 lainnya low vision. Hal ini justru menjadi jembatan bagi anggota untuk saling memahami bahwa semangat berkarya bisa dilakukan oleh siapa saja.

Anggota Tukar Akar lainnya menuntun teman-teman disabilitas ketika mengikuti acara, membacakan langsung buku-buku fisik yang tidak bisa mereka baca, hingga mengadakan acara “Kosakata” (akronim dari Kopi, Sastra Karya Tunanetra) melalui kegiatan diskusi buku bersama penulis disabilitas netra. 

“Teman-teman tidak hanya belajar sastra dari buku, tetapi juga belajar dari teman-teman disabilitas, yakni dengan membaca, melihat, dan merasakan apa yang mereka rasakan lewat karya mereka,” jelas Kei.

Semangat ini membuat Tukar Akar menjadi lebih hangat dan menyatu dengan setiap karya yang mereka ciptakan.

“Kami ingin supaya teman-teman disabilitas netra merasa bahwa dunia ini bisa mereka rengkuh, bisa mereka lihat, walaupun melalui imajinasi yang mereka reka-reka lewat karya sastra yang mereka dengar,” ucap Kei.

Menurut Akbar, sastra adalah suatu rangkaian warna seperti lukisan indah yang ia buat semasa kecil.

“Kalau nggak ada sastra seperti nggak ada warna-warninya, apalagi memang bagi teman-teman penyandang disabilitas netra, sastra itu seperti pengganti penglihatan,” ujarnya.

“Sastra itu bisa menjembatani ingatan-ingatan visual yang aku punya,” tambahnya sambil meraba-raba apa yang masih tersisa di kepala.

Sastra di Tengah Arus Instan

Akbar membacakan karya puisinya (Dok. Pribadi/Nicholas Axel)
Akbar membacakan karya puisinya (Dok. Pribadi/Nicholas Axel)

Sayangnya, sastra zaman sekarang ini kurang begitu menarik minat anak muda. Derasnya arus informasi dan kehidupan yang semakin cepat, membuat karya sastra seakan kehilangan tempat, dan disalahgunakan untuk hal yang kurang tepat.

“Sastra bagi anak muda sekarang ini yang aku lihat sering disalahgunakan. Misalnya, orang bikin quotes di story itu instan banget. Padahal sastra tidak cukup dengan postingan-postingan di media sosial saja, tetapi juga dari aktivitas sederhana,” katanya.

Akbar menjelaskan bahwa percakapan sehari-hari pun dapat disebut sastra ketika itu bisa diceritakan ulang dan dituliskan menjadi suatu karya.

Meskipun harus menyesuaikan diri dengan kondisinya, Akbar selalu bersyukur dengan apa yang ia miliki. Ia membaca bukan dengan mata, melainkan dengan telinga dan hati. Melalui alat bantu pembaca layar, ia bisa mendengar setiap kata diejakan, kemudian merangkainya menjadi cerpen dan puisi.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak