Awan bersedih, langit menghitam sedih merana
Seorang pria terhuyung, menopang bongkahan kayu Salib celaka
Mahkota duri hinaan menancap, menggigit dalam di kepala
Kulit lusuh itu kini sobek tercabik menganga
Lihatlah, di sela bilur bilur penuh luka
Keringat bewarna merah bercampur darah kental nestapa
Sakit menjerit, begitu nyeri pedih tak ternyana
Ialah Yesus, seorang pengabdi, Dialah pelayan berkarisma
Kini tengah menghadapi takdir agung-Nya
Serahkan diri dalam kelam masa penuh siksa
Ikhlas genapi nubuat teladan dengan rela
Sendiri tak berteman, tak menampik nasib namun setia
Di lorong lorong kota jadi bukti sebuah kasih murninya cinta
Payah mendaki bukit laknat nan bengis, tak berdaya
Di atas kaki berjalan sekujur duka dalam dada
Hanya untuk sebuah jalan hapuskan dosa anak manusia
Palu godam cercaan dan cambukan setan bala tentara durjana
Kemana para murid, yang dulunya berjanji terus bersama
Saat engkau diludahi, dihina dan dicela
Dikerumuni orang orang penuh sorak bergelora
Sementara Kaum Farisi dan guru munafik yang menjebak-Nya
Tersenyum nyinyir dan mengejek sinis penuh jumawa
Yesus sempat terjatuh, rubuh menopang sengsara penuh lara
Sore itu puncak pelayanan luhur di Gunung Golgota
Saat jembatan surga tinggal sehasta
Tiang salib tak ubahnya altar sesembahan sesungguhnya
Mengakhiri karya keselamatan, tugas dan amanat mulia
Kini Ia telah naik ke surga, duduk di singgasana dengan jiwa sentosa
Karyanya kelak menjadi legenda dan tumpuan asa
Nata Christofa, Juli 2021