Kemegahan dalam balutan permai yang sangat membuat semua takjub akan sebuah eloknya istana. Istana berdiri teguh dalam umur beratus-ratus tahun yang masih lestari keberadaannya. Terhampar sangat luas istana menjadi tempat bersarang para tuan penguasa.
Penguasa negeri yang mengabaikan keadilan yang memihak pada rakyat jelata. Sudah sekian lamanya keadilan hanya menjadi kata basi yang sangat keras disuarakan oleh semua orang.
Katanya keadilan itu bisa berlaku bagi semua orang. Namun tajinya semakin menancap pada rakyat jelata. Sungguh polos sekali rakyat jelata yang tak tahu menahu arti sebuah keadilan.
Ketika rakyat jelata dipaksa oleh penguasa untuk bersalah yang menabarak hati nurani. Padahal hati nurani yang berkata tak bersalah. Namun lemah tiada guna di muka sang penguasa.
Ketika istana bersarang tuan penguasa. Penguasa dengan gelar raja bertakhta mahkota berselimut emas yang sangat anggun permainya. Istana berhias seluruh isinya dengan emas semua.
Beristrikan sang permaisuri dengan rupawan yang jelita.Sementara rakyat jelata berkubang dalam lumpur kemelaratan. Tiada lagi kemakmuran yang digenggam oleh rakyat jelata.
Hanyalah tangisan yang merana yang dipeluknya. Mereka seakan putus asa dengan penguasa yang menggenggam tampuk kekuasaan. Hidup dalam berpasrah tak ada upaya apa-apa dalam suasana lunglai.
Tak berkutik dari tatapan penguasa. Sementara penguasa sedang hajatan besar-besaran bersama keluarga di istana megahnya.
Rakyat terlantar semakin tak terurus.Bergema kata keadilan di seantero negeri yang menggetarkan istana megah. Menggugah nurani penguasa yang bersarang di istana. Pekikan suara rakyat menyergap istana.
Sejenak sang penguasa mendengarkan suara rakyat. Akhirnya sang penguasa mulai tersadar akan lalai yang dia lakukan.
Saat itu sang penguasa akan memihak keadilan dengan menjadikan rakyat kecil seperti manusia. Dengan tingkah perikemanusiaan sang penguasa bagi rakyat jelata.
