Oleh-oleh Khas Jogja yang Kini Tidak Diminati Warga Ibu Kota

Hernawan | Humam Zarodi
Oleh-oleh Khas Jogja yang Kini Tidak Diminati Warga Ibu Kota
Ilustrasi transaksi pasar tradisional (Unsplash/Falaq Lazuardi).

Beberapa waktu lalu, adik ipar yang bekerja di ibu kota Jakarta, mudik ke rumah mertua di bilangan Ringroad Timur Banguntapan, Bantul. Rencananya selama seminggu mudik ke Bantul untuk menengok mertua. Saat akhir pekan, saya sempatkan untuk menemui adik ipar di rumah mertua, untuk sekedar melepas kangen dengan ngobrol ngalor ngidul. 

Di sela-sela kami ngobrol, ia menyela, “Mas, kalau cari balok dimana ya?”.  “Itu di depan Pasar Kotagede ada penjual snack, termasuk balok," jawab saya. Ya, balok adalah makanan dari ketela yang digoreng dan dipotong kotak. 

Singkat cerita, adik ipar ini ingin membeli makanan tradisional yang akan dibawa pulang ke Jakarta untuk dibagikan kepada teman-teman kantornya. Katanya, oleh-oleh yang biasanya ia bawa pulang ke Jakarta sekarang ini sudah tidak diminati lagi oleh teman kantornya. 

Katanya, sudah beberapa tahun belakangan ini, teman kantornya sudah tidak minat dengan oleh-oleh khas Jogja yang ia bawa setiap kali mudik ke Jogja. Mungkin sudah bosan dan juga sudah terlalu mainstream bagi orang-orang ibu kota. Ya, selalu itu saja oleh-oleh yang dibawa dari Jogja.

Beberapa oleh-oleh khas Jogja yang sudah tidak diminati lagi oleh warga Ibukota antara lain Bakpia. Ya, bakpia merupakan oleh-oleh utama yang wajib dibeli saat berkunjung ke Jogja. Namun, sejak munculnya berbagai varian dari Bakpia ini, seperti pia-pia, bakpia kukus dan sebagainya, menurut adik ipar malah memunculkan kebosanan dari teman kantornya.

Selain itu, ada oleh-oleh Yangko yang khas dari Kotagede. Warga ibukota juga sudah mulai tidak minat dengan oleh-oleh ini. Kemudian Eggroll Ubi Ungu, makanan khas Jogja ini pada awalnya sempat booming. Banyak warga luar Jogja apabila berkunjung ke Jogja tidak ketinggalan untuk membeli oleh-oleh Eggroll, terutama varian ubi ungu.

Kemudian ada oleh-oleh khas Godean, yaitu Welut Goreng. Beberapa tahun silam, penjualan oleh-oleh yang berada di Pasar Godean ini stabil, bahkan cenderung meningkat. Akan tetapi, belakangan ini malah kurang diminati oleh teman adik ipar.

Dari 5 (lima) jenis oleh-oleh khas Jogja di atas, patut dipertanyakan dan diteliti lebih jauh mengapa warga ibukota akhir-akhir ini malah kurang minat dengan oleh-oleh khas Jogja yang sudah melegenda. Mungkin dari kamu ada yang ingin menjadikannya sebagai bahan skripsi? Monggo mawon. Silahkan.

Namun, ada beberapa oleh-oleh tradisional khas Jogja dan sekitarnya yang malah sekarang ini diminati oleh warga ibukota. Sekali lagi, ini versi adik ipar dan teman-temannya yang berada di ibukota Jakarta. Nah, apakah itu, mari kita simak bersama-sama.

1. Slondok

Slondok merupakan snack tradisional yang terbuat dari singkong. Bentuk dari slondok ini menyerupai lingkaran. Slondok biasanya dibuat dalam berbagai varian rasa, seperti slondok keju, slondok balado, dan slondok rasa lain. Slondok banyak diproduksi di Magelang dan Yogyakarta.

2. Klanting

Klanting merupakan salah satu snack tradisional Jawa yang terbuat dari singkong yang diparut halus dan dicampur dengan tepung, agar bisa dibentuk bulat menyerupai cincin. Klanting sebelum disajikan harus digoreng terlebih dahulu. Rasanya gurih yang berasal dari bumbu yang dicampurkan ke dalam adonan. Makanan ini banyak dijumpai di pasar-pasar tradisional di Yogyakarta dan Jawa Tengah.

3. Walang Gunungkidul

Walang goreng termasuk salah satu kuliner ekstrem yang berasal dari Kabupaten Gunungkidul. Walang atau belalang yang dicari oleh warga adalah jenis walang kayu. Walang goreng khas Gunungkidul ini digoreng menjadi 3 (tiga) varian rasa, yaitu rasa gurih, pedas, dan manis. Sebelum digoreng, walang harus dibersihkan terlebih dahulu dari kotorannya. Bumbunya juga tidak terlalu rumit hanya bawang putih, garam, dan ketumbar.

4. Wedang uwuh

Oleh-oleh khas Imogiri Yogyakarta ini semakin berkibar sejak awal pandemi COVID-19. Dikutip dari wikipedia, wedang uwuh adalah minuman dengan bahan-bahan yang berupa dedaunan mirip dengan sampah.

Dalam bahasa Jawa, wedang berarti minuman yang diseduh, sedangkan uwuh berarti sampah. Wedang uwuh disajikan panas atau hangat, memiliki rasa manis dan pedas dengan warna merah cerah serta aroma harum. Rasa pedas karena bahan jahe, sedangkan warna merah karena adanya secang. Wedang uwuh ini adalah minuman khas dari Yogyakarta.

Pada awalnya, wedang uwuh masih dalam bentuk bahan utuh berupa rempah-rempah asli, tetapi seiring perkembangan zaman dan kebutuhan akan kepraktisan, saat ini wedang uwuh sudah dikembangkan menjadi dalam bentuk instan, maupun bentuk celup.

Nah, apakah kamu termasuk yang sudah mulai bosan dengan oleh-oleh khas Jogja yang mainstream? Kalau iya, silahkan coba oleh-oleh makanan tradisional lainnya yang sering dijajakan di pasar tradisional di Jogja dan sekitarnya.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak