Menggugat Eren Yeager sebagai 'Main Protagonist' dalam Anime Attack on Titan

Hernawan | Novan Harya Salaka
Menggugat Eren Yeager sebagai 'Main Protagonist' dalam Anime Attack on Titan
Poster Attack on Titan Final Season (shingeki.tv)

Dalam produk media seperti film atau serial, peran antagonis seseorang seringkali diasosiasikan dengan sifat ekstrimisnya. Niat mereka boleh jadi memang baik, tapi tersamarkan oleh cara maupun prinsip sang antagonis. Prinsip sang antagonis diketahui acapkali berbenturan keras dengan sikap-sikap yang tak bisa ditoleransi tokoh-tokoh protagonis.

Namun, Eren Yeager, salah seorang tokoh utama dalam anime Attack on Titan melawan stigma tersebut. Ia dikategorikan sebagai “protagonis utama” meskipun tindakannya sangat ekstrem, serta tidak mencerminkan tokoh-tokoh protagonis pada umumnya. Hingga saat ini, masih belum diketahui apa motifnya yang sesungguhnya. Akan tetapi, perilaku sembrono yang dilakukannya di season 4 tetap tak bisa dibenarkan.

Meskipun season finalnya baru ditayangkan pada 2022 nanti, tapi berdasarkan tabiatnya sejauh ini, berikut akan dibeberkan 2 alasan untuk menggulingkannya dari tahta “protagonis”:

Eren tak segan membunuh warga sipil Marley

Sikap rasis warga Marley terhadap Eldia sangatlah kejam. Bagaimana tidak? Stigma sebagai keturunan iblis dieksploitasi menjadi alat perang dan dikucilkan menjadi warga kelas dua. Eren yang kebetulan tinggal di pulau Paradis tak merasakan kejamnya rasisme yang dialami kawan sebangsanya di pulau seberang. Sebagai protagonis utama, Eren seharusnya bisa menemukan celah dari kekacauan dan menemukan resolusi yang tepat atas semua ini.

Sayangnya, itu tidak terjadi, karena Eren sampai di Marley mendahului pasukan pengintai. Di sana, ia malah memancing keributan dan menyantap Willy Tybur. Eren memang sukses merebut kekuatan warhammer titan, tetapi harus dibayar dengan hancurnya gedung-gedung beserta warga sipil Marley yang tidak tahu apa-apa. Ia melakukannya tanpa rasa bersalah! Hmmmm.. sungguh “protagonis” sekali anak muda ini.

Namun, mau bagaimana lagi? Eren hanyalah seorang remaja yang hidupnya hanya dipenuhi masa-masa pahit. Ibunya tewas dimakan titan. Lalu, Eren dijadikan titan oleh ayahnya sendiri. Kemudian sekarang, masih harus menyelesaikan konflik 2 bangsa yang sedang bertikai? No no no!!!

Eren menanggalkan nilai universal protagonis: persahabatan

Bagi para penikmat anime, pasti akan menyadari bahwa banyak sekali tokoh utama yang sumber kekuatan dan inspirasinya berasal dari kekuatan persahabatan. Mari ambil contoh Dragon Ball.

Dalam salah satu filmnya, Goku harus berhadapan dengan dewa kehancuran, Bills-sama. Untuk mengalahkannya, Goku harus berubah menjadi Dewa Super Saiya yang saat itu hanya dianggap sebagai mitos.

Sebagai persyaratan memperoleh kekuatan Dewa Super Saiya, ia harus mengumpulkan lima orang bangsa Saiya untuk mentransfer kekuatan pada dirinya. Bagi Goku, tentu hal ini mudah saja karena kelimanya adalah teman dan keturunannya sendiri. Problem solved!

Namun, Eren tidak patuh pada prinsip ini. Di season 4, ia malah pergi meninggalkan teman-temannya dan bergabung dengan Floch bersama ormas buatannya, Yeagerist. Pada suatu kesempatan, ketika Eren bertemu kembali dengan sahabatnya-sahabatnya, alih-alih mengklarifikasi sikapnya ia malah duel dan terlibat adu jotos dengan Armin yang sejak awal selalu menaruh kepercayaan pada Eren. Huh, dasar nggak setia kawan!

Kalau menurutmu, layakkah Eren Yeager memegang kehormatan sebagai protagonis??

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak