Di Indonesia makin marak terjadi pembajakan buku. Mulai dari buku fiksi sampai buku pengetahuan pun dipalsukan. Bahkan lebih parahnya jumlah eksemplar pada buku bajakan lebih banyak daripada buku aslinya. Hanya dengan harga lebih murah, orang-orang lebih tertarik membeli buku bajakan. Sungguh miris melihat fenomena pembajakan buku ini.
Lewat karya salah satu penulis ternama, Tere Liye yaitu buku “Selamat Tinggal”, beliau menegaskan kepada semua orang termasuk pembacanya untuk stop membeli buku bajakan. Karena banyak sekali pihak yang dirugikan, termasuk sang pencipta karya atau penulis.
Merekalah yang berhak protes atas segala peristiwa pembajakan tersebut. Sungguh tidak bisa ditoleransi lagi. Bagaimana bisa seorang penulis produktif tenang karyanya digandakan secara ilegal. Selain rugi secara materi, penulis juga rugi waktu. Karena sudah susah payah membuat suatu karya yang pada akhirnya disebarluaskan secara ilegal. Mengenaskan, bukan?
Buku Selamat Tinggal bercerita tentang Sintong, penjaga toko buku bajakan. Juga mahasiswa sastra dan seorang penulis. Bagaimana bisa seorang penulis dengan jiwa literasi tinggi malah menjaga toko buku bajakan? Sama saja dia mendukung kegiatan ilegal tersebut.
Semua itu menjadi beban sendiri bagi pemuda itu. Semua berawal saat Sintong merantau untuk kuliah di Jakarta. Di sana ia bertemu dengan Paklik Maman. Mulai dari biaya kuliah bahkan kehidupannya di Jakarta, semua dibiayai oleh Pakliknya itu. Sebagai gantinya, Sintong harus menjaga toko buku milik Pakliknya, yang dimaksud adalah toko buku yang menjual buku-buku bajakan.
Hidup selama 6 tahun bersama dosa terbesar sebagai penulis itu, tentu saja Sintong ingin bebas dari semuanya. Lalu bagaimana caranya? Selama ini ia hanya menurut pada Pakliknya. Menolak pun tidak berani. Semua berawal pada saat Sintong menemukan salah satu dari lima buku yang ditulis oleh penulis terkenal bernama Sutan Pane.
Sungguh sangat beruntung Sintong menemukan “Harta Karun” dari sosok penulis yang ia kagumkan. Diketahui bahwa Sutan Pane seorang penulis terkenal pada tahun 1960-an dengan tulisan-tulisannya yang berani.
Namun, tanpa pemberitahuan apapun, Sutan Pane menghilang dan berhenti menulis. Saat itu banyak orang yang mencari keberadaan penulis ternama itu, sampai sekarang pun, termasuk Sintong. Lantas, Sintong memanfaatkan itu untuk mencari keberadaan Sutan Pane, bahkan ia menjadikan kisah Sutan Pane untuk kajian skripsinya.
Sintong sudah mengumpulkan data dari semua narasumber yang diketahui adalah kerabat dekat dari Sutan Pane. Juga dia sudah berhasil menemukan jawaban hilangnya Sutan Pane. Dia pun menyelesaikan skripsinya dan lulus. Bahkan Sintong melanjutkan kuliahnya di Belanda dan tentu saja berhenti menjaga toko buku bajakan itu dan meninggalkan segenap masa lalunya. Sintong mengucapkan ‘Selamat Tinggal’ untuk semua yang pernah hadir dihidupnya, mau itu baik atau buruk sekalipun.
Menariknya selain fokus terhadap pembajakan buku, novel ini juga membahas tentang kebohongan, kepalsuan, kegelapan dari cerita kehidupan masing-masing karakter pendamping yang hadir selain Sintong.
Seseorang yang hidupnya terlihat bahagia, mapan, dan sempurna yang ternyata menyimpan banyak penderitaan dan tekanan yang membuatnya tidak baik-baik saja.
Juga membahas tentang cinta pertama lalu berujung patah hati, yang membuat pembaca akan merasa relate dengan kisah-kisah yang hadir pada buku ini.
Tere Liye juga memberikan semangat untuk para penulis lainnya untuk tetap berkarya dan memberantas semua pembajakan buku. Sang penulis memberikan kutipan yang menarik, “Bagiku, pena adalah kekuasaan. Saat tulisan kita dibaca banyak orang, mengubah banyak hal, itulah kekuasaan sebenarnya.”
Pada halaman terakhir, Tere Liye juga memberikan imbauan terkait pembajakan buku. Terdapat empat poin dan dapat disimpulkan bahwa para penulis dan penerbit sudah mengirim protes soal pembajakan buku di semua marketplace dan juga melaporkan persoalan ini kepada aparat penegak hukum. Namun, semua berakhir sia-sia, penjual buku bajakan tetap menjual bebas di semua marketplace dan toko buku lainnya. Selain itu, ia juga mengimbau kepada masyarakat jika kalian terus menerus mendukung pembajakan buku ini, bisa terjadi para penulis produktif enggan menulis lagi. Maka tidak ada lagi buku-buku baru yang bisa kalian baca.
Penulis berhak mendapatkan perlindungan sepenuhnya dari semua pihak yang karyanya, karena menjual, membeli, menyebarluaskan secara ilegal. Jelas itu adalah pencurian. Untuk para penulis agar tetap semangat menciptakan karya-karya terbaik kalian, semoga cepat dapat titik terangnya. Dan, untuk pembaca agar lebih pintar memilih atau membeli buku asli dibandingkan buku bajakan. Tetap semangat dan semoga bermanfaat!