Ulasan Novel Hujan Bulan Juni Karya Sapardi Djoko Damono

Hikmawan Firdaus | Fachry Fadillah
Ulasan Novel Hujan Bulan Juni Karya Sapardi Djoko Damono
Novel Hujan Bulan Juni.[dokumen pribadi]

Novel Hujan Bulan Juni merupakan salah satu novel dari trilogi Hujan Bulan Juni, yang terdiri atas novel Hujan Bulan Juni, Pingkan Melipat Jarak, dan Yang Fana Adalah Waktu. Hujan Bulan Juni merupakan salah satu karya besar dari maestro sastra Indonesia, yakni Sapardi Djoko Damono.

Pada awalnya novel yang diberi judul "Hujan Bulan Juni" ini terinspirasi oleh kumpulan puisi yang diciptakan dengan judul yang sama oleh Pak Sapardi, yang mana kemudian berkembang menjadi sebuah novel, lagu, hingga film. 

Novel Hujan Bulan Juni menceritakan hubungan asmara antara Sarwono yang merupakan seorang dosen antropologi di Universitas Indonesia, dengan Pingkan yang merupakan seorang dosen Bahasa Jepang yang mengajar di perguruan tinggi yang sama. Hubungan keduanya diceritakan berjalan baik-baik saja, hingga suatu ketika saat Sarwono ingin lebih serius menjalani hubungan dengan Pingkan, ia merasa tidak dihargai oleh keluarga besar Pingkan, yang mana merupakan keluarga besar dari Minahasa, sedangkan Sarwono sendiri berasal dari Jawa.

Hubungan yang pelik antara Sarwono dengan keluarga besar Pingkan terjadi ketika Sarwono ditugaskan untuk melakukan rapat kerja ke Universitas Sam Ratulangi, Manado. Di Manado, Sarwono mengajak Pingkan ikut serta untuk menemaninya, dan di Manado pula Pingkan mengajak Sarwono untuk menemui keluarga besarnya.

Sarwono yang diceritakan gemar sekali menulis puisi, memiliki sikap yang setia kepada Pingkan. Meskipun di dalam cerita Sarwono acapkali terbaring sakit karena flek di paru-parunya. Benny, sepupu Pingkan, yang juga memiliki rasa kepada Pingkan, selalu berusaha membuat hubungan antara Sarwono dengan Pingkan segera berakhir. Namun karena kesetiaan antara Sarwono dengan Pingkan, Benny akhirnya menyerah dan lepas tangan.

Novel ini secara jelas mengangkat suatu isu fenomenal yang barangkali masih terjadi di masyarakat, yakni mengenai pertentangan antara dua etnis suku bangsa. Meskipun Sarwono dan Pingkan saling mencintai, akan tetapi di pihak keluarga besar Pingkan, tidak merestui. 

Novel ini berakhir dengan ending yang mengharukan, yaitu ketika Pingkan pulang dari Jepang untuk studinya dan mendapatkan Sarwono tengah kritis karena flek di paru-parunya. Pada akhir novel ini, terdapat pula sebuah puisi yang ditulis oleh Pak Sapardi dan diberi judul "Tiga Sajak Kecil", yang seakan-akan Sarwono-lah yang menulis sajak itu untuk Pingkan sebelum ia koma. 

Itu saja yang ingin saya ulas, tentu kalian akan lebih puas bila kalian membaca bukunya secara langsung. Pada akhir kalimat saya ucapkan terima kasih dan semoga bermanfaat. 

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak