Rahasia Kepribadian di Balik Loker, Ulasan Novel The Other Side

Hernawan | Thomas Utomo
Rahasia Kepribadian di Balik Loker, Ulasan Novel The Other Side
The Other Side (Dokumentasi pribadi/ Thomas Utomo)

Novel remaja karya Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie ini menceritakan sisi kelam pelajar sekolah menengah. Adalah Nathanael (tokoh utama) beserta Sam dan Mint, ketiganya merupakan remaja berusia lima belas tahun. Seperti layaknya remaja lain, mereka pun suka tantangan dan gemar mencoba hal-hal baru, terutama yang memacu adrenalin.

Tapi, Nathan, doyan menjajal yang lebih dari itu. Tidak sekadar menyerempet bahaya, dia justru terjun dalam deras bahaya itu sendiri. Di antaranya dengan menyimpan narkoba di dalam loker sekolah (loker adalah salah satu kata kunci penting novel ini).

Tidak sampai di situ. Tiap hari Senin, dia mengedarkan obat terlarang tersebut dalam bentuk minuman; kopi, lemon. Sasarannya teman-teman sekolah.

Tak seorang teman, kecuali Sam dan Mint, tahu kalau di dalam minuman dagangan Nathan terkandung barang laknat. Yang teman-teman rasakan, minuman Sam sungguh nikmat dan bikin kecanduan!

Itu sebabnya, teman-teman selalu gelisah menunggu hari Senin. Begitu waktu yang ditunggu-tunggu tiba, mereka membeli dagangan Nathan banyak-banyak, menenggaknya cepat-cepat, secara brutal.

Berkebalikan dengan Nathan, Sam dan Mint tidak suka dengan aktivitas berdagang minuman narkoba tersebut. Mereka takut, was-was. Pendek kata, tidak nyaman.

Ketidaknyamanan semakin buncah manakala Nathan memutuskan tidak lagi menjual narkoba dalam minuman. Tapi langsung berupa serbuk, tanpa perlu menyaru lagi.

Sam dan Mint menolak keras keputusan tersebut. Keputusan yang berkali lipat lebih bahaya dari "sekadar berjualan minuman". Mereka bertengkar hingga Nathan berkeinginan membunuh keduanya!

Pada saat bersamaan, Nathan menaruh perhatian pada Clare (tepatnya, pada isi loker gadis sekelasnya itu). Perhatian itu bukan cinta. Melainkan rasa penasaran habis akan kepribadian perempuan yang selama di sekolah tak pernah bercakap-cakap dengan siapa pun.

Nathan menganalisis kepribadian Clare dari kesehariannya. Kemudian mencoba mengorek kejujurannya. Caranya, Nathan mengajak bertemu empat mata di atap sekolah. Dia membocorkan isi lokernya secara jujur dan meminta kejujuran serupa dari Clare. Tak dinyana Nathan, Clare menertawakan rahasia loker lawan bicaranya dan menolak membuka rahasia dirinya.

Nathan disulut amarah. Dia bertekad membalas Clare. Dia akan membongkar loker Clare diam-diam untuk menyelisik, apa yang disembunyikan gadis itu dari matanya, dari pandangan teman-teman sesekolah?

Ketika isi loker Clare terkuak, diketahuilah kalau gadis tersebut memiliki kepribadian ganda. Ini tercermin dari barang-barang dan catatan pribadi milik Clare. Nathan membeberkan hasil temuan itu kepada yang bersangkutan.

Lebih dari perkiraan, kepribadian lain Clare adalah psikopat. Pembeberan Nathan membuat dia bergegas bertindak kriminal, yakni menganiaya Nathan, berharap pemuda itu mati.

Pada saat sama, hubungan Nathan-Sam-Mint tidak sedang baik-baik saja. Mereka berada dalam fase hubungan buruk. Itu menyebabkan nyawa Nathan terancam. Dari kasus itu akhirnya terungkaplah kepribadian Nathan dan Clare sesungguhnya beserta lapis-lapis rahasia yang tidak diketahui sebelumnya.

Dalam hal ini, Zezsyi (sang penulis) menjadikan loker sebagai pralambang. Betapa seperti manusia yang kerap memiliki atau menyimpan sisi kelam yang tak terlihat maupun tergambarkan di pandangan khalayak, loker pun bisa menyimpan rupa-rupa rahasia terdalam.

Karakter tokoh Nathan dalam The Other Side, dideskripsikan secara menyeluruh, lengkap dengan kelebihan-kekurangannya. Ini meyakinkan sekali.

Kendati perempuan, Zezsyi dapat mengungkapkan sudut pandang pertama (PoV akuan) dari sisi Nathan secara amat meyakinkan bahwa dia adalah laki-laki sesungguhnya, karena sikap, cara pandang, dan pikirannya memang amat maskulin. Tidak mencerminkan sisi kewanitaan penulis.

Karakter Nathan sendiri unik. Cuplikan gambaran keunikannya, dapat terlihat dari,

"Ketika sedih, aku akan mengerjakan Matematika agar jadi tenang. Ketika aku senang, aku akan mengerjakan Matematika supaya tetap senang." (halaman 50).

Jika karakter Nathan tereksplor maksimal, begitu juga karakter Sam dan Mint. Karakter keduanya terungkap lewat interaksi ketiganya sehari-hari. Tapi tidak begitu dengan karakter Clare.

Memang Zezsyi menunjukkan kepribadian dan watak Clare secara gamblang lewat tuturan Nathan dan dari catatan-catatan milik si gadis. Hanya saja karena interaksi Nathan dengan Clare kurang intens, maka karakter gadis itu kurang terungkap tandas.

Pun ending atau keakhiran nasib Clare kurang tandas, kurang meyakinkan. Membuat pembaca (atau mungkin hanya saya) bertanya-tanya: Oh, cuma seperti itu? Nanggung amat?!

Sekelumit kekurangannyang ada, tidak mengurangi kenikmatan membaca novel ini. Selain pengaluran dan karakterisasi yang menarik, sisi plus dari buku setebal 180 halaman ini adalah isu dan perangkat bahasa.

Isu yang disoroti Zezsyi jelas penting, teramat penting malah, yakni soal kesehatan mental di kalangan remaja. Betapa orang tua dan pendidik harus lebih peduli akan satu ini. Jika tidak, amat besar daya rusaknya seperti dialami para tokoh.

Tentang perangkat bahasa, pilihan kata yang digunakan Zezsyi membuat novel ini seperti bacaan terjemahan. Penulisnya seperti bukan orang Indonesia. Bahasa yang digunakan, deskripsinya, narasinya tidak seperti "lazimnya" penulis Indonesia lain. Sungguh menyegarkan!

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak