Buku berjudul Nasehat Kyai Lugni ini berisi kumpulan cerita pencerah yang pernah ditulis oleh para penulis senior, seperti Emha Ainun Nadjib, A. Mustofa Bisri, Mahbub Junaedi, Mohammad Sobary, Dawam Rahardjo, dan Ahmad Tohari.
Dari sekian banyak tulisan yang terangkum dalam buku terbitan Sega Arsy (2015) tersebut, saya akan mengulas satu cerita karya Ahmad Tohari yang berjudul Rumah yang Terang. Bercerita tentang Haji Bakir, lelaki berusia sepuh yang tetap bersikukuh tidak akan memasang listrik di rumahnya. Padahal listrik sudah empat tahun masuk di kampung tersebut.
Yang menjadi persoalan ialah, tiang beton listrik yang menjadi salah satu penyangga kabel-kabel tersebut berada di depan rumah Haji Bakir. Sehingga membuat kejengkelan warga yang rumahnya berada di belakangnya. Kedua tetangga Haji Bakir itu benar-benar jengkel karena mereka sudah berhasrat ingin menjadi pelanggan listrik. Tapi hasrat mereka tak mungkin terlaksana sebelum ada dakstang di bubungan rumah Haji Bakir. Rumah kedua tetangga Haji Bakir itu memang terlalu jauh dari tiang.
Tak pelak, Haji Bakir pun menjadi gunjingan warga karena tetap ngotot tak mau pasang listrik:
“Haji Bakir itu seharusnya berganti nama menjadi menjadi Haji Bakhil. Dia kaya tetapi tak mau pasang listrik. Tentu saja dia khawatir akan keluar banyak duit”. Bahkan ada warga yang menuduh Haji Bakir miara tuyul dan seenaknya berkata, “Tentu saja Haji Bakir tak mau pasang listrik karena tuyul tidak suka cahaya terang.”
Anak lelaki Haji Bakir juga ikut terkena imbasnya. Dia sudah berusaha melakukan pendekatan pada sang ayah, agar memasang listrik di rumahnya. Dia bahkan mengatakan, apabila ayah enggan mengeluarkan uang maka pasal memasang listrik dialah yang menanggung biayanya. Tapi kata-kata tersebut malah membuat ayah tersinggung.
Hingga akhirnya, terkuaklah alasan mengapa Haji Bakir enggan memasang listrik di rumahnya. Alasan yang membuat warga menundukkan kepala. Haji Bakir tidak suka listrik karena punya keyakinan, hidup dengan listrik akan mengundang keborosan cahaya. Apabila cahaya dihabiskan semasa hidupnya maka Haji Bakir khawatir tidak ada lagi cahaya bagi beliau di dalam kubur.
Bagi sebagian orang, mungkin alasan Haji Bakir dalam cerita tersebut terdengar agak konyol dan klise. Tapi bila kita renungi lebih jauh, ada benarnya juga alasan beliau. Jangan-jangan beliau khawatir dengan kondisi rumah yang terang oleh aliran listrik menjadikan kita terlena dengan kesibukan dunia sehingga menjadi terlupa memperbanyak amal kebajikan yang akan menjadi penerang kita di alam kubur.
Menurut saya, cerita tentang Haji Bakir tersebut memang bagus karena pesan yang diselipkan oleh penulis begitu dalam dan mengena. Kritik membangun untuk buku ini, mestinya penulisan judul yang lebih tepat ialah Nasihat Kiai Lugni, bukan Nasehat Kyai Lugni. Semoga bila buku ini kelak diterbitkan ulang bisa segera direvisi.