Hidup tanpa memiliki cita-cita atau impian akan terasa hambar tanpa makna. Cita-cita mestinya harus terus dipupuk dan perjuangkan. Jangan pernah merasa takut dengan kegagalan. Karena sejatinya kegagalan adalah hal yang sangat lumrah dan biasa dialami oleh orang-orang yang telah sukses.
Kita tentu kerap mendengar pepatah bijak yang mengatakan bahwa kegagalan adalah kesuksesan yang tertunda. Bila direnungi memang ada benarnya. Bila kita berusaha belajar dan mengambil hikmah dari berbagai kegagalan yang kita alami, maka kita akan berusaha bangkit untuk melanjutkan menggapai impian kita.
Setiap orang berhak memiliki mimpi. Karena mimpi itu gratis. Sebagaimana judul buku menarik ‘Mimpi Itu Gratis’ karya Ayusha ini. Menurut Ayusha, ‘meski kau mengawali mimpi itu jauh di masa lampau dan belum terwujud, jangan lantas membuang jauh mimpi itu. Ingat, tidak ada mimpi yang kedaluwarsa.’
Bicara tentang mimpi atau cita-cita yang harus diperjuangkan, kita bisa belajar banyak dari kisah anak-anak dalam buku ini. Salah satu kisah menyentuh hati dialami oleh Yotinus Telenggen yang begitu memiliki semangat tinggi agar bisa sekolah di tengah segala keterbatasan keluarganya. Berikut ini petikan kisahnya:
Kata ibu guru, aku seperti hujan, datang tiba-tiba, karena aku tak tahu kapan harus masuk sekolah. Aku hanya melihat dari bukit yang tinggi, di hutan ini ada sekolah. Aku ingin sekolah. Aku tak tahu bagaimana supaya aku bisa dipanggil oleh ibu guru untuk belajar. Aku datang dengan baju yang kupakai ke ladang atau memotong kayu. Aku tak punya alas kaki. Aku tak perlu sebab kulit kakiku lebih kuat menahan panas dan kerikil daripada alas kaki. Aku belum mendapat izin untuk sekolah, tapi aku mau melihat sekolah dari dekat.
Kisah menarik lain yang begitu menyentuh hati dialami oleh Dahlia Tenggelan. Ia juga begitu bersemangat ingin sekolah di tengah segala keterbatasan di sekelilingnya. Berikut ini petikan kisahnya:
Aku perlu guru sebab karena guru aku bersekolah. Aku pernah mencoba ke sekolah dan berdiri di depan kelas seperti guru, mengajari teman-temanku membaca. Namun, tak ada yang percaya padaku kalau aku juga bisa seperti ibu guru. Mama dan bapa teman-temanku memanggil mereka untuk berkebun. Ibu guru tak ada, jadi anak-anak harus bekerja dari pagi sampai siang untuk membantu pekerjaan di ladang. Aku hanya menangis. Bagaimana agar orang-orang itu percaya kalau aku juga bisa menjadi guru?
Membaca kisah-kisah dalam buku ini semoga dapat memotivasi sekaligus membangkitkan semangat para pembaca, agar jangan pernah menyerah dalam meraih dan memperjuangkan mimpi.