Pada dekade 1960-an Indonesia dikenal sebagai negara yang memiliki kekuatan militer terkuat di belahan bumi selatan. Banyak alutsista yang dimiliki oleh Angkatan bersenjata Republik Indonesia pada saat itu didominasi oleh senjata blok timur.
Hal ini akibat dari arah politik luar negeri Indonesia yang lebih cenderung ke blok timur meskipun masih mempertahankan status Non-Blok secara formal.
Salah satu alutsista terkenal yang dioperasikan Indonesia pada saat itu adalah rudal pertahanan udara yakni S-75 ‘Dvina’ atau yang dalam kode NATO dikenal dengan nama SA-2 Guideline.
Rudal pertahanan udara kelas menengah ini menjadi salah satu pelindung ibu kota yang cukup menjadi momok Belanda dan sekutunya saat persiapan operasi Trikora.
Meskipun telah lama dipensiunkan sejak periode 1980-an dan kini telah digantikan dengan sistem NASAMS II yang dianggap setara, namun memang kehandalan rudal ini cukup menjadi kisah tersendiri dalam tubuh TNI hingga hari ini.
1. Didatangkan Langsung dari Uni Soviet
Sistem rudal pertahanan udara ini merupakan satu dari sekian banyak alutsista perang modern pada masanya yang didatangkan langsung dari Uni Soviet. Pembelian rudal ini tentunya untuk melindungi daerah strategis seperti kawasan instalasi militer dan tentunya Ibu Kota Jakarta.
Rudal ini dibeli selama masa persiapan operasi Trikora guna merebut Kembali Irian Jaya. Dilansir dari situs indomiliter.com, rudal ini tercatat mulai dioperasikan pada tahun 1963 dan ditempatkan di kawasan Teluk Naga, Tangerang.
Rudal ini menjadi payung perlindungan utama ibukota saat itu yang sedang dalam kondisi memanas dengan Belanda dan beberapa negara sekutunya.
Belum lagi Belanda dan beberapa negara sekutunya seperti Australia dan Inggris juga dibekali dengan pesawat bomber semacam Avro Vulcan dan bomber berat Handley Page Victor yang dioperasikan oleh Inggris kala itu.
2. Rudal yang Memiliki Reputasi Gemilang
Rudal S-75 ‘Dvina’ ini merupakan salah satu alutsista yang cukup ditakuti oleh negara-negara blok barat pada medio 1950-an hingga 1980-an.
Meskipun dalam pengoperasiannya di Indonesia rudal ini tidak sampai menjatuhkan pesawat hingga dipensiunkan, akan tetapi rudal ini tercatat sukses menjatuhkan berbagai pesawat jet tempur dalam berbagai konflik di dunia pada masa perang dingin.
Salah satu bukti kemampuan mumpuni yang dimiliki rudal ini adalah Ketika perang Vietnam. Beberapa sistem rudal yang dimiliki oleh pihak Vietnam Utara pada saat itu berhasil menjatuhkan beragam pesawat tempur yang dioperasikan oleh pihak Amerika Serikat, seperti F-4 'Phantom II' dan F-105 'Thunderchief'.
Bukti lain mengenai kehandalan rudal ini yakni Ketika pesawat mata-mata Amerika Serikat U-2 ‘Dragon Lady’ berhasil dijatuhkan oleh rudal ini di atas langit Uni Soviet. Padahal pesawat tersebut merupakan salah satu alutsista tercanggih milik Amerika Serikat pada medio 1950 hingga 1960-an.
Rudal yang memiliki ukuran cukup besar ini memang cukup susah untuk dihindari karena memiliki kecepatan hingga mach 3.5 dan mampu mencapai ketinggian hingga lebih dari 20.000 meter. Selain itu, jarak operasional rudal ini bisa mencapai jarak sekitar 45 km.
3. Menjadi Koleksi di Museum
Meskipun telah lama dipensiunkan dan telah digantikan dengan rudal NASAMS II yang memiliki kemampuan hampir sama dengan S-75, akan tetapi bukti pengoperasian rudal pertahanan udara jarak menengah tersebut masih dapat dilihat di beragam museum dan monumen di Indonesia. Salah satunya yakni menjadi koleksi dari Museum Dirgantara Adisucipto di Yogyakarta.
Meskipun sudah dianggap ketinggalan zaman, akan tetapi rudal S-75 ini masih dioperasikan atau disimpan sebagai inventory oleh beberapa negara yang masih berhaluan dengan Rusia. Beberapa negara tersebut antara lain Vietnam, Korea Utara, Republik Rakyat Cina, Kuba dan Iran yang mengoperasikan turunan dari rudal S-75 tersebut.