Burung bangau erat kaitannya dengan citra bangsa Jepang sejak zaman dulu. Di samping itu pula, unggas satu ini menjadi simbol tersendiri yang tidak bisa dipisahkan dari budaya Jepang. Jadi, apa saja simbol burung bangau menurut tradisi Jepang? Keterangan yang dilansir dari Guidable berikut ini akan menjawabnya.
Bangau dalam Budaya Tradisional Jepang
Menurut tradisi Jepang, burung bangau adalah sosok mistis yang dekat dengan Kamisama (dewa Shinto). Dalam ajaran Konfusianisme tradisional, bangau diyakini mampu hidup selama seribu tahun. Hal itulah yang melatari kepercayaan bahwa burung bangau membawa keberuntungan, kesuksesan, dan umur yang panjang bagi seseorang.
Selain itu, burung bangau konon mampu mengabulkan keinginan dan menjawab doa. Kepercayaan inilah yang mendasari tradisi senzaburu, tradisi melipat seribu origami burung bangau demi mewujudkan keinginan.
Seribu burung bangau kertas itu lalu digantung dengan menggunakan tali dan manik-manik. Senzaburu punya arti mendalam bagi masyarakat jepang. desain burung bangau kertas bahkan dijadikan sebagai logo dalam desain maskapai nasional jepang, JAL.
Bangau dalam Cerita Rakyat dan Dongeng Jepang
Burung bangau berkaitan erat dengan konsep balas budi dan rasa syukur terhadap bantuan seseorang. Konsep ini lahir dari cerita rakyat tradisional Jepang, Tsuru no Ongaeshi (Burung Bangau yang Bersyukur).
Tsuru no Ongaeshi mengisahkan tentang petani miskin yang menemukan burung bangau terluka parah. Sang petani lalu membawanya sang burung dan merawat lukanya sampai sembuh dan terbang kembali. Beberapa waktu kemudian, burung bangau tersebut kembali ke rumah petani dalam wujud wanita muda.
Sang burung yang berwujud wanita itu pun melamar petani. Setiap hari, wanita cantik yang telah menjadi istrinya itu menenun kain indah dari bulunya sendiri. Ia melakukan hal tersebut sebagai bentuk rasa terima kasih atas kebaikan sang petani menyelamatkannya dulu.
Origami Burung Bangau dan Perang Dunia Kedua II
Di Jepang, kamu mungkin sering melihat hiasan origami burung bangau dari kertas yang berwarna-warni di kuil. Hal ini tak lepas dari perkembangan industri kertas yang bermula sekitar tahun 610-an.
Di masa ini teknik pembuatan kertas mulai diperkenalkan oleh bangsa Cina ke bangsa Jepang. Kemudian, Jepang mengembangkan pembuatan kertas dan menciptakan kertas tipis yang dikenal dengan nama washi.
Washi adalah benda eksklusif yang hanya digunakan oleh kalangan atas untuk ritual keagamaan dan persembahan untuk para dewa. Orang-orang lantas berpikiran bagaimana caranya agar bisa melipat kertas dengan indah untuk persembahan dewa.
Pada masa Edo, industri washi meningkat pesat dan harganya turun sehingga masyarakat kalangan bawah bisa menggunakan washi. Semakin populernya washi memunculkan praktik budaya noshi (membungkus kado) dan tato (amplop kertas)
Setelah perang dunia II, origami burung bangau terkenal sampai ke luar negeri dan tumbuh menjadi simbol perdamaian. Hal ini disebabkan adanya kisah Sadako Sasaki dan seribu origami burung bangau. Dalam kisah itu diceritakan Sadako menderita leukimia karena terkena radiasi akibat pengeboman Hiroshima tahun 1945 lalu.
Ia pun kemudian membuat origami burung bangau sebagai harapan agar ia sembuh dari penyakitnya. Sayangnya, Sadako tidak selamat, tapi makna origami burung bangau sebagai simbol kedamaian dan jimat yang bisa mengabulkan keinginan tetap diyakini oleh masyarakat.
Nah, mulai dari agama sampai tradisional, burung bangau kertas bagi masyarakat Jepang memiliki arti yang dalam. Bukan hanya sekadar seni atau dekorasi, tapi juga jimat agar sebuah keinginan bisa terkabul.