Dalam dunia literasi, Puthut EA bukanlah nama yang asing. penulis kelahiran Rembang, pada 28 Maret 1977 ini sangatlah produktif. Ia telah menulis 29 buku, berupa karya fiksi dan nonfiksi. Selain menulis drama, cerpen, dan novel, Puthut EA juga banyak menulis esai. Salah satu buku kumpulan esainya yang populer berjudul Enaknya Berdebat dengan Orang Goblok.
Buku ini sejak Oktober 2018 telah dicetak enam kali dan diterbitkan oleh Shira Media, Sleman, Yogyakarta. Berkali-kali dicetak menandakan esai-esai yang termuat dalam buku ini bukanlah esai kaleng-kaleng. Sungguh menggugah inspirasi. Analisis yang dilakukan penulis terhadap fenomena sekitar sangatlah tajam.
Tidak hanya itu, Puthut EA juga piawai memilih diksi dan pokok bahasan yang akan dituangkan dalam tulisannya. Ia memungut gagasan dari arah dan tempat mana saja. Lalu gagasan tersebut ia kelola dengan baik dalam perenungannya, sehingga menjadi kajian yang empuk, renyah dan enak dinikmati pembaca.
Baca Juga: Ulasan Novel 'The School For Good And Evil 1', Murid yang Tertukar
Di antara bahasan dalam buku setebal 236 halaman ini yang terbilang renyah bertajuk Enaknya Berdebat dengan Orang Goblok, yang kemudian dijadikan judul utama pada sampul buku.
Tulisan dalam judul tersebut mengurai betapa enaknya berdebat dengan orang yang pengetahuannya terhadap sesuatu kurang paham. Puthut EA menggambarkannya demikian:
Bagi sebagian orang, berdebat dengan orang goblok itu mengesalkan. Kadang saya juga merasa begitu. Sebab otak mereka seringkali di bawah rata-rata, dan niat berdebatnya bukan mencari kebenaran. (Halaman 17).
Bagi penulis, orang goblok sering sesat pikir. Orang goblok itu berpikiran bahwa pemerkosaan terjadi karena kesalahan orang yang diperkosa. Juga adanya pencurian, terjadi sebab pintu rumah yang dicuri, tidak digembok dengan kuat. Padahal sudah jelas yang salah adalah malingnya.
Baca Juga: 4 Pesan Moral dari Novel 'Keajaiban Toko Kelontong Namiya', Yuk Renungkan!
Jika menghadapi orang seperti tersebut, begitu dibantah pasti akan berbelok ke arah lain. Sebab, sejak awal tidak ada niat untuk menguak kebenaran.
Berikutnya, penulis menyarankan sikap yang perlu dipakai ketika berdebat dengan orang goblok.
Berdebat dengan orang goblok, apalagi yang menggebu, tak usah ambil pusing. Dibikin gampang saja. Lebih dari itu, harus bisa mendapatkan hiburan dari sana. Plus bonus. Misalnya, paling tidak, jadi tulisan ini. (Halaman 19).
Lima puluh lebih esai yang tertuang dalam buku ini benar-benar memukau. Di samping penuturan bahasanya menarik, juga tema bahasan yang dipilih merupakan fenomena kekinian.