Di masa orde lama, Angkatan bersenjata Republik Indonesia dianggap sebagai salah satu kekuatan militer terkuat di duni. Bahkan, kekuatan militer Indonesia pada dekade 60-an dianggap sebagai yang terkuat di belahan bumi selatan. Alutsista TNI kala itu didominasi oleh sistem persenjataan dari blok timur, meskipun ada pula beberapa alutsista yang didatangkan dari negara-negara yang berhaluan blok barat.
BACA JUGA: 10 Ide Masakan Malam Tahun Baru 2023 Terbaik: Nikmat Disantap saat Kumpul Keluarga dan Sahabat
Diantara banyaknya sistem persenjataan blok timur yang cukup mendominasi alutsista TNI, ada salah satu sistem persenjataan yang kini masih dioperasikan meskipun telah berusia lebih dari 50 tahun. Alutsista ini dikenal dengan nama meriam artileri pertahanan udara (Arhanud) S-60. Meriam ini menjadi salah satu kekuatan penangkis serangan udara jarak dekat yang dimiliki oleh TNI hingga hari ini.
1. Memperkuat Pertahanan Udara TNI sejak dekade 60-an
Meriam pertahanan udara S-60 dikembangkan oleh Uni Soviet sejak dekade akhir 40-an dan mulai memperkuat militer Uni Soviet sejak awal dekade 1950-an. Meriam pertahanan udara S-60 di masa tersebut menjadi salah satu sistem pertahanan udara standar militer negara-negara blok timur. Di lingkup militer Indonesia sendiri meriam ini mulai memperkuat TNI sejak dekade 60-an. Tepatnya ketika masa persiapan Operasi Trikora di Irian Barat.
Meriam ini didatangkan bersamaan dengan beragam alutsista dari Uni Soviet seperti tank amfibi PT-76, pesawat tempur keluarga MiG, pesawat bomber TU-16 dan kapal jelajah Sverdlov-class yang kelak diberi nama KRI Irian. Setelah perubahan arus politik Indonesia pada tahun 1965, meriam pertahanan udara S-60 tersebut tetap dioperasikan hingga hari ini.
2. Telah Teruji di Medan Tempur
Meskipun di Indonesia meriam ini tidak sampai dioperasikan dalam operasi militer langsung, akan tetapi meriam ini bisa dikatakan cukup kenyang dengan pengalaman di medan tempur di dunia. Meriam ini diketahui dioperasikan saat konflik Yom Kippur dan Perang 6 hari (Six-day War) di timur tengah.
BACA JUGA: Prediksi Barcelona vs Espanyol di Liga Spanyol Malam Ini: Preview, Skor hingga Susunan Pemain
Meriam tersebut juga sempat merasakan medan konflik di Suriah, Georgia, dan Irak. Bahkan, dalam konflik antara Russia-Ukraina yang terjadi sejak awal tahun 2022 silam, meriam ini juga diturunkan oleh kedua kubu dengan beragam modifikasi.
Dilansir dari wikpedia.com, meriam S-60 mengusung kaliber yang cukup besar, yakni 57 mm. Meriam pertahanan udara ini merupakan meriam jenis tarik karena dilengkapi dengan 4 roda untuk mempermudahkan pengoperasian. Akan tetapi, di era modern meriam S-60 yang masih digunakan di beberapa medan konflik lebih sering dioperasikan dari atas truk agar lebih cepat dalam hal mobilitas.
3. Dimodernisasi oleh Pihak TNI
Meriam tua S-60 yang dimiliki oleh TNI sejatinya akan mulai digantikan dengan sistem artileri pertahanan udara yang lebih modern. Akan tetapi, sembari menunggu proses modernisasi tersebut meriam S-60 yang dimiliki oleh TNI mengalami peremajaan atau retrofit. Dilansir dari situs indomiliter.com, proses retrofit tersebut dilakukan sejak beberapa tahun silam. Salah satunya adalah dengan mengintegrasikan meriam S-60 dengan sistem radar AN/UPS-3 TDAR. Radar ini memungkinkan meriam ini dapat melacak keberadaan objek asing dari jarak sekitar 8-10 km.
Selain itu, untuk pengoperasian meriam ini telah dimodifikasi dengan firing control system (FCS) sehingga dalam proses penembakannya dapat dilakukan secara otomatis. Rencananya meriam ini akan digunakan hingga 10-15 tahun kedepan. Namun, tentunya modernisasi dalam bidang alutsista harus menjadi prioritas utama mengingat kemajuan teknologi peperangan cukup cepat dalam beberapa tahun terakhir.
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS