Serial epik karangan Tere Liye yang diawali dengan judul 'Negeri Para Bedebah' memiliki lanjutan yang saling berkelindan dengan cerita 'Bedebah di Ujung Tanduk'. Buku dengan genre action ini semakin seru saja untuk dibaca.
Identitas Buku
Judul Buku: Bedebah di Ujung Tanduk
Penulis: Tere Liye
Penerbit: SABAKGRIP
Jumlah Halaman: 415 Halaman
BACA JUGA: Hari Buruh 1 Mei: Makna dan Pesan Penting bagi Perjuangan Hak-hak Pekerja
Setelah mengajak pembaca mengikuti perjalanan dan petualangan Thomas di beberapa buku sebelumnya yaitu 'Negeri Para Bedebah', 'Negeri di Ujung Tanduk', 'Pulang', 'Pergi', dan 'Pulang Pergi', kini kisah epik Thomas kembali dilanjutkan dalam buku yang berjudul 'Bedebah di Ujung Tanduk'.
Cerita diawali dengan Thomas yang baru saja tiba di Klub Petarung untuk bertarung tinju melawan Si Babi Hutan alias Bujang. Untuk penggemar setia cerita action Tere Liye yang satu ini, nama Bujang tentu sudah tidak asing lagi.
Di tengah keseruan jual beli pukulan antara Thomas dan Bujang di tengah ring tinju, sebuah serangan dari kelompok misterius terjadi. Mereka menyerang tempat pertandingan itu dengan helikopter dan senjata mematikan.
Aku selalu suka dengan cara Tere Liye menjabarkan situasi dan suasana yang ada di dalam cerita. Tegangnya terasa, tapi tetap diselingi satu dua humor yang mampu membuat pembaca merasa rileks.
Di cerita kali ini, Thomas, Bujang, Salonga, Junior, Ayako, White, dan si kembar Yuki dan Kiko akan melalui sebuah perjalanan panjang dan tidak terduga di sebuah tempat yang bahkan tidak ada di peta.
Terdiri dari 24 episode dan ditutup bab epilog yang mengesankan, alur cerita yang maju akan membuat pembaca tidak akan melepaskan buku ini sebelum mencapai halaman terakhir. Dan lagi-lagi, kisah di buku ini akan berlanjut ke buku selanjutnya yang berjudul 'Tanah Para Bandit'.
Setelah melalui berbagai pertarungan, perjalanan panjang, dan bersama-sama menjadi tahanan, bonding yang tercipta di antara para tokoh semakin terasa. Aku suka adegan ketika Salonga merasa kesal dengan hal-hal remeh. Ada Kiko si pencair suasana dengan berbagai tebakan anehnya. Ada juga Junior, murid Salonga yang sangat irit berbicara hingga dikira bisu.
Karena cerita ini saling berkaitan dengan cerita sebelumnya, ada beberapa bagian di bab tertentu yang menyinggung cerita yang ada di buku sebelumnya. Jadi, jika kamu ingin menikmati buku ini, disarankan untuk membacanya dari buku pertama.
Pesan moral yang bisa diambil dari buku ini adalah tentang kehormatan dan prinsip hidup. Bedebah sekalipun akan terus mempertahankan prinsip hidupnya sampai akhir.
Kamu tertarik untuk membacanya? Belilah buku original dan asli, jangan tergiur dengan buku bajakan! Kamu juga bisa meminjamnya dari teman atau perpustakaan. Selamat membaca dan semoga bermanfaat!