Merenungi Hakikat Cinta dalam Buku Kahlil Gibran Cinta, Luka, dan Bahagia

Hikmawan Firdaus | Sam Edy
Merenungi Hakikat Cinta dalam Buku Kahlil Gibran Cinta, Luka, dan Bahagia
Ilustrasi buku “Cinta, Luka, dan Bahagia”.[Dokumen pribadi/ Sam Edy]

Setiap makhluk hidup di dunia ini membutuhkan yang namanya cinta. Rasa cinta inilah yang akan mengantarkan seseorang pada kebahagiaan. Rasa cinta membuat seseorang saling mengasihi satu sama lain. 

Tanpa rasa cinta di dalam jiwa, rasanya sanga sulit bagi kita untuk memiliki kepekaan, tak saling peduli dan enggan membantu orang lain. Maka, memupuk rasa cinta dalam jiwa adalah sebuah keniscayaan bagi setiap orang di muka bumi ini.

Bicara cinta, kita perlu merenungi maknanya lebih dalam. Cinta pada dasarnya adalah sebuah rasa yang akan membuat kita berkorban. Demi cinta, biasanya orang rela melakukan apa saja kepada orang yang dicintainya. 

Cinta yang seharusnya selalu kita pupuk adalah cinta kepada Tuhan. Salah satu bukti nyata bahwa kita mencintai Tuhan adalah dengan menjalankan segala perintah-Nya dan meninggalkan larangan-larangan-Nya. 

Cinta kepada keluarga juga mestinya selalu kita pupuk dan jaga dengan baik. Cinta dan kasih sayang kepada pasangan hidup kita, anak cucu kita, adalah sebuah hal yang tak bisa ditawar-tawar lagi. 

Hal yang perlu kita renungi, bahwa cinta kadang menimbulkan luka dan rasa sedih. Namun, ini adalah hal biasa dan sangat lumrah. Misalnya, ketika orang yang kita cintai pergi dari dunia ini untuk selamanya. Maka kita akan merasa sedih dan kehilangan.

Terlebih bila cinta yang kita rasakan begitu mendalam, rasa kehilangan itu akan sangat terasa dan kita butuh waktu untuk mengobati rasa sedih tersebut. Kahlil Gibran pernah menyatakan: Kita tak pernah tahu, betapa dalamnya cinta itu, hingga tiba saat perpisahan (hlm. 13).

Rasa sedih karena cinta, mestinya tak perlu diratapi secara berlebihan. Kepergian seseorang yang sangat berarti dalam hidup kita memang terasa menyedihkan. Namun, jangan sampai membuat kita terus-terusan bersedih dan terpuruk karenanya. Hadapilah semua kepedihan dengan tegar dan sabar.

Menderita karena cinta adalah hal yang sangat biasa dan berusaha kuat menghadapinya adalah pilihan terbaik. Dalam karyanya, Kahlil Gibran menulis: Dia yang mencari kenikmatan dalam cinta, tak sepantasnya mengeluh tentang penderitaan (hlm. 50).

Dalam ajaran Islam, kita diajari tentang pentingnya saling mencintai, mengasihi satu sama lain. Tentu cinta di sini bukan sebatas cinta antara lelaki dan perempuan yang kerap dikotori oleh hawa nafsu, melainkan rasa cinta yang terikat karena sama-sama makhluk ciptaan-Nya. 

Berusaha saling mencintai dan mengasihi karena mengharap rida-Nya mestinya menjadi prinsip dalam hidup ini. Kahlil Gibran pernah menyatakan: cinta tidak datang dari pertemanan yang panjang atau perjodohan yang dipaksakan, tapi buah dari keterikatan spiritual (hlm. 74).

Menarik meresapi kata-kata cinta serta kutipan puisi karya Kahlil Gibran dalam buku “Cinta, Luka, dan Bahagia” yang pernah diterbitkan oleh penerbit Baca (2016) ini. Sebuah buku yang layak dibaca dan renungi kedalaman maknanya.

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak