Menyingkap 3 Pelajaran Menarik dalam Novel 'Bapangku Bapunkku'

Candra Kartiko | Fathorrozi 🖊️
Menyingkap 3 Pelajaran Menarik dalam Novel 'Bapangku Bapunkku'
Novel Bapangku Bapunkku, Pemenang II Lomba Menulis Novel Inspiratif Indiva 2014 (Dok. Pribadi/Fathorrozi)

Ini benar-benar novel menarik. Pantas saja jika karya Pago Hardian ini menjadi Pemenang II Lomba Menulis Novel Inspiratif Indiva 2014. Saya setuju akan statement Sinta Yudisia, selaku juri dalam lomba ini, yang menyatakan sebagaimana tertera pada sampul buku, bahwa novel ini lucu, informatif, dan penuh makna. Tema baru di jagat kepenulisan yang akan membuat orang terbahak-bahak, tapi tetap menemukan filosofi yang dalam.

BACA JUGA: Review Buku Eccedentesiast: Menyembunyikan Kesedihan di Balik Senyuman

Novel ini dituturkan oleh seorang anak yang sangat kagum terhadap kepribadian bapang atau bapaknya. Dalam bahasa Suku Semende, Sumatera Selatan, bapang merupakan panggilan untuk ayah. Kisah ini mengalir dari selembar surat bapang teruntuk anaknya di ulang tahun ketujuh, kedelapan, kesembilan hingga keempatbelas. Setiap tahun isi surat-surat itu sama persis. Meski ditulis tangan, titik koma, alenia, huruf kecil, juga huruf besarnya sama persis. Meski demikian, si anak tidak pernah bosan membaca surat-surat itu berkali-kali.

Setelah saya membaca novel inspiratif ini, sangat banyak pengetahuan-pengetahuan berharga yang termuat di dalamnya. Namun, kali ini saya mau berbagi 3 pelajaran menarik yang bisa diperoleh dari membacanya.

1. Pelajaran Memotivasi Anak

Surat-surat yang selalu dikirim oleh bapang saat anaknya ulang tahun itu berjudul JUARA. 

Anakku!

Kau adalah seorang pemenang!

Bapang ucapkan selamat!

Kau telah menjadi juara dari sebuah perlombaan panjang selama lebih dari sembilan bulan. Dan kau berhasil memenangkan perlombaan yang diikuti oleh puluhan juta peserta. Itulah perlombaan untuk hidup! (hlm. 6).

Surat berisi dukungan mental dari bapang untuk sang anak itu terus bergulir dan agak panjang. Seterusnya bapang mengharap anaknya yang telah terlahir sebagai juara itu agar mempertahankan gelar juaranya dengan disiplin belajar, bekerja keras, tidak boleh bermalas-malasan, serta tidak boleh mengeluh.

BACA JUGA: Katarsis: Pembebasan Emosional Melalui Kekuatan Kata-kata

2. Pelajaran Pola Hidup Disiplin

Pelajaran pola hidup disiplin dalam novel ini terungkap saat berkegiatan pagi usai bangun tidur. Semua anggota keluarga yang ada di rumah tersebut mengerjakan aktivitas berdasarkan kemampuan serta tanggung jawab masing-masing. Seperti dalam kutipan berikut:

Mang Asep sibuk memasak nasi dan menggoreng ayam serta ikan. Bunda sibuk memasak sayur dan sambal. Bapang sibuk membangunkan anak-anaknya untuk salat Subuh berjamaah, lalu setoran mengaji juz Amma kepada bapang.

Mereka lalu merapikan kamar tidur masing-masing, lalu piket sesuai jadwal. Aku menyapu dan mengepel warung setiap hari, Harnum menyapu dan mengepel teras, Tuah menyapu dan mengepel ruang perpustakaan, dan Anjam bertugas mematikan lampu. Setelah itu kami antre mandi secara tertib, ganti pakaian, sarapan bersama, dan berangkat sekolah (hlm. 28).

BACA JUGA: Kepada-Mu Kubersujud: Artis Muda yang Kembali ke Jalan Tuhan

3. Pelajaran untuk Semangat Belajar

Dalam sebuah percakapan antara anak dan bapang dalam novel ini, terdapat pelajaran menarik yang dapat saya tangkap. Pelajaran tersebut adalah mengisahkan kembali kondisi belajar di negara lain untuk menyemangati belajar anak bangsa di negeri tercinta ini. Percakapan bapang terhadap anak itu bisa dibaca dalam petikan berikut:

"Berani-beraninya kau mengeluh pegal saat belajar. Di luar sana, di kota-kota besar, di banyak negara yang sekarang masih bertikai oleh peperangan, di negara yang sedang dilanda krisis ekonomi, ada jutaan anak seusiamu yang ingin belajar, ingin sekali sekolah, tapi mereka tidak memiliki kesempatan itu karena keadaannya tidak memungkinkan."

"Kau sekolah tinggal berangkat. Memakai baju bersih yang bagus. Memakai sepatu, tas, buku-buku dan pensil. Sekolah dekat rumah. Anak-anak di luar sana banyak yang harus berangkat sekolah pagi-pagi buta, berjalan telanjang kaki sejauh puluhan kilometer, melintasi hutan, menyeberangi sungai, bertaruh nyawa meniti jembatan gantung yang nyaris roboh, dan sebagainya," imbuh bapang (hlm. 44).

Inilah tiga pelajaran menarik yang saya temukan dalam novel bagus ini. Sekali lagi, sangat banyak pelajaran-pelajaran baru yang didapat dengan membaca novel ini. Hanya saja, saya baru bisa mengungkap tiga di antara sekian banyak pelajaran lainnya yang juga tidak kalah menarik.

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak