Kenangan adalah kesan yang membekas dalam ingatan. Membuat kita mampu untuk mengingat banyak hal dan peristiwa yang pernah terjadi. Meskipun tak selamanya kenangan yang pernah singgah adalah sesuatu hal yang menyenangkan.
Akan tetapi, bagaimana jika kita tak berhak lagi memiliki kenangan? Jika kita kehilangan kenangan pada banyak hal di sekitar kita, bahkan pada diri kita?
Bagaimana jika kita tak sanggup mengingat tentang prangko, bahkan merasa janggal menyebut namanya? Atau ketika kita tak mampu mengenali burung. Kita hanya melihatnya sebagai benda yang melayang di udara. Namun, kita tak tahu itu apa dan mengapa ada di sana.
Kehilangan kenangan adalah tema besar yang ada dalam novel The Memory Police (Polisi Kenangan) karya dari penulis Jepang, Yoko Ogawa, dan diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama (2020).
The Memory Police menceritakan tentang penduduk di sebuah pulau tak bernama, yang hari demi hari kehilangan kenangan mereka pada banyak hal di sekitar mereka.
Setiap kali akan ada saja yang menghilang di pulau tersebut. Hal-hal sederhana semacam buah-buahan, sayuran, topi, foto. Para penduduk yang masih mempunyai benda-benda tersebut di rumah, akan membuang atau membakarnya.
Setiap saat Polisi Kenangan akan berpatroli ke rumah-rumah penduduk. Tugas utama mereka adalah memastikan agar segala sesuatu yang hilang, tetap menghilang untuk selamanya.
Penduduk pulau tak bernama pun lambat laun mulai melupakan benda-benda tadi. Kenangan mereka memudar, sebelum akhirnya menghilang tanpa bekas.
Namun, di antara para penduduk ternyata terdapat segelintir orang-orang yang tak bisa lupa. Mereka tetap bisa mengingat semua hal yang sudah menghilang di pulau tersebut.
Mereka yang masih memiliki kenangan ini ada yang bersembunyi di 'rumah-rumah aman'. Ada juga yang disembunyikan penduduk di rumah-rumah mereka, di gedung-gedung, di apartemen, meskipun berisiko tertangkap oleh Polisi Kenangan.
Dalam novel The Memory Police, tokoh 'Aku', seorang novelis, akhirnya mengetahui bahwa editornya, R, termasuk salah seorang yang tak bisa lupa. Dengan bantuan pria tua, tokoh aku menyembunyikan R dalam kamar rahasia di rumahnya.
Ya, salah satu keunikan novel ini terdapat pada nama-nama tokoh utamanya yang 'tak bernama'. Tokoh aku dan pria tua kemudian menjadi penghubung antara R dengan istrinya, selama R tinggal dalam kamar rahasia.
Istri R akan meninggalkan barang-barang yang ingin dikirimkannya kepada R dalam sebuah kotak kayu di pekarangan yang menyimpan peralatan meteorologi yang dulu digunakan oleh murid-murid sekolah. Si pria tua akan bersepeda ke sana untuk mengambilnya, lalu meninggalkan barang-barang yang ingin diserahkan R kepada istrinya di dalam kotak yang sama. Seperti itulah rencananya. (hlm 93)
Sampai suatu hari, novel menjadi benda berikutnya yang dihilangkan dari pulau. Tokoh aku bersama pria tua membawa sebagian besar koleksi buku-bukunya untuk dibakar di taman kota. Sementara selusin sisanya disimpan dalam kamar rahasia atas permintaan R.
Sejak saat itu, tokoh aku kehilangan kemampuannya menulis. Ia tak sanggup meneruskan manuskrip novel yang tengah dikerjakannya.
Aku bisa membaca kata-kata di sana, tetapi aku tidak lagi memahaminya sebagai bagian dari satu cerita yang memiliki alur. Kata-kata itu hanyalah kata-kata di atas kertas, dan kata-kata itu tidak membangkitkan perasaan atau kesan apa pun, tidak ada bayangan apa pun. (hlm 204)
Novel The Memory Police mengajarkan kita untuk selalu menghargai setiap kenangan. Baik ataupun buruk, kenangan selalu mempunyai arti penting dalam hidup kita. Karenanya kita harus selalu bersyukur atas semua hal yang masih bisa kita ingat dan kita miliki.