“Membohongi diri sendiri lebih sakit dari cinta tak berbalas”.
Tagline yang mendampingi judul novel In Between karya dari Angelique Puspadewi agaknya cukup memancing pembaca seperti saya untuk mengetahui lebih jauh tentang isi cerita dalam novel terbitan Gramedia Pustaka Utama (2015) ini.
Adelita Suryadipradja, lajang 27 tahun, sekretaris direksi yang cinta mati pada atasannya, Alvaro Curchezh, pria blasteran Jawa-Rusia-Inggris yang setampan Keanu Reeves. Namun, Adelita hanya memendam perasaannya tersebut tanpa pernah berani mengungkapkan.
Padahal Adelita tipe perempuan yang jika suka dengan seseorang, maka ia akan tembak langsung, tak peduli diterima atau tidak. Tapi, terhadap Alvaro ia tak berani senekat itu. Adelita memilih melarikan diri ke kopi hitam dan rokok untuk membunuh stres, akibat terlalu sering memikirkan Alvaro yang membuatnya tergila-gila.
Suatu hari sahabat dari Adelita, Keyla Nabilla Arifin, datang melamar pekerjaan di Agung Kencana, perusahaan tempat Adelita bekerja. Ketika akhirnya Keyla diterima bekerja sebagai Manajer Umum Proyek yang baru menggantikan Pak Michael, Adelita punya rencana gila dalam kepalanya.
Adelita berniat menjodohkan Keyla dengan Alvaro. Atasannya yang baru putus dari tunangannya, Virginia Yovftblentov, dan Keyla yang patah hati karena berpisah dari Mike, membuat Adelita yakin idenya untuk menyatukan mereka sudah tepat. Apalagi keduanya sama-sama memesona dan lulusan luar negeri.
Dan fakta terakhir, aku tidak mungkin mendapatkan Alvaro karena tidak memiliki kelebihan apa-apa, sementara Keyla pasti bisa. Jika mereka bersatu, paling tidak, aku dapat melihat mereka setiap hari. Sebagai sahabat. (hlm 59)
Namun, ketika akhirnya usahanya itu terwujud, ternyata Adelita tidak bahagia. Ia merasa nelangsa tiap kali harus menyaksikan kemesraan di antara keduanya. Lalu, apakah Adelita harus memisahkan mereka? Apalagi kemudian tawaran untuk melakukan itu datang dari Pak Edward, yang juga naksir Keyla.
“Mau bekerja sama?” Tawaran Edward membuatku membeliak. “Kamu bisa pilih kendaraan terbaru atau perhiasan atau apa pun. Akan saya penuhi asal Keyla bersama saya.” (hlm 142)
Kisah percintaan dalam novel ini begitu rumit. Adelita menjelma sebagai malaikat kesiangan yang mencomblangi atasannya, padahal ia sendiri mencintai Alvaro setengah mati. Pengorbanan yang bagi saya tak perlu ada, tapi itulah yang membuat cerita ini menarik. Bikin gemas sekaligus kesal dengan ulah Adelita.
Beberapa typo yang ada tak begitu mengganggu, tapi jika nama tokohnya yang typo sampai berkali-kali, saya pikir mungkin akan lebih mudah memakai nama yang nggak belibet. Nama tokohnya, Alvaro, kadang ditulis Alvaro Curchezh (hlm 9), Alvaro Churchezh (hlm 10), Alvaro Churcezh (hlm 53), mirip-mirip tapi jelas beda.
Konflik cukup beragam dan terbangun dengan baik sehingga emosi pembaca ikut naik turun mengikuti bangunan cerita. Menggunakan alur maju dengan sudut penceritaan dari Adelita membuat pembaca akan ikut merasakan nelangsanya Adelita sekaligus menjawab maksud dari tagline novel ini,