Imung merupakan buku serial detektif remaja karya dari Arswendo Atmowiloto. Sebagai seorang detektif, Imung digambarkan sebagai anak berperawakan kurus, berkulit hitam, dengan rambut yang selalu menjuntai ke dahi, dan koreng yang tak pernah sembuh di bawah lutut kirinya.
Di tahun 1990-an, serial Imung pernah ditayangkan setiap minggu sore di salah satu stasiun TV swasta dan memperoleh banyak penggemar dari kalangan anak-anak.
Imung sebelumnya terbit di majalah Hai sebelum akhirnya dibukukan oleh Plotpoint di tahun 2014 dan diterbitkan kembali oleh Gramedia Pustaka Utama (1979) dan versi digitalnya (2019).
Dalam buku Imung: Haji Palsu terdapat enam buah cerpen. Seperti biasa, Imung akan mengusut setiap kasus dengan gayanya yang sersan, serius tapi santai. Gaya bahasa ala Imung juga tidaklah rumit dan berbelit-belit. Dalam kesederhanaan bahasa justru serial Imung hadir berbeda dari sejumlah kisah detektif lainnya.
Cerpen pertama berjudul Haji Palsu yang juga menjadi judul buku ini. Cerpen ini bercerita tentang Imung dan temannya, Sarjono, yang menghadiri kenduri di rumah nenek Sarjono.
Seperti kebiasaan pada masa itu, bungkusan kenduri yang paling lezat hanya diberikan kepada pemimpin doa. Bagian untuk anak-anak biasanya hanya ceker atau bagian sayap. Sedangkan Imung dan Sarjono ingin mengincar brutu, tapi sayangnya bagian terlezat itu untuk Pak Haji yang mendoakan kenduri.
Ketika kenduri dilaksanakan, Imung melihat ketidakwajaran dari tingkah dan perilaku Pak Haji. Dimulai dari Pak Haji yang salah gerakan salat saat menumpang salat Ashar, lalu cara membaca doa yang tak jelas padahal ketika berbicara cukup lantang, dan penampilan Pak Haji yang kumal. Bahwa sebagian besar warga tak mengenal Pak Haji menambah daftar kecurigaan Imung.
Sesuai judulnya, cerita berakhir dengan penangkapan sang haji palsu dan tercapainya keinginan Imung untuk menikmati bungkusan kenduri milik Pak Haji.
Cerpen kedua berjudul Sepeda Motor Itu Hilang Waktu Hujan Lebat. Pak Urip, petugas ronda, ditahan karena dianggap bertanggung jawab atas hilangnya motor milik Pak Ardan.
Pak Urip tak sedikitpun membela diri. Ia mengakui semua kesalahan dan minta dihukum. Hal ini menimbulkan tanda tanya bagi Imung, yang ikut menyelidiki kasus Pak Urip bersama ayahnya, karena saat kejadian Pak Urip diketahui ketiduran di pos ronda.
Dari penyelidikan Imung dan bukti-bukti yang kemudian ia dapatkan, tuduhan berbalik menyerang Pak Ardan, sang pemilik motor, ketika semua bukti dibeberkan Imung di hadapan ayahnya.
Seperti biasa, saya selalu menyukai kasus-kasus yang dihadapi Imung, apalagi seringkali hanya berbekal petunjuk yang samar. Seperti di cerpen-cerpen lainnya, petunjuk hanya berupa jaket yang mengkilat, getah mangga dan baju hitam yang direndam, bahkan hanya dari secarik kertas fotokopi buram.
Membaca Imung berarti bernostalgia ke masa remaja dan saya sangat menikmati setiap ceritanya. Masih seseru seperti pertama kali membacanya di bangku sekolah. Dari cerpen soal kenduri sampai kisah harimau bersayap, semua terasa istimewa. Kalian harus membacanya.
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS.