Dalam jalinan percintaan antara sepasang kekasih, tidak bisa dipungkiri akan ada masanya terjadi pertengkaran. Hal yang sangat wajar karena dua kepala dua hati sedang saling mencocokkan dan beradaptasi dengan perbedaan.
Hal yang tak wajar adalah ketika pertengkaran tersebut terlalu sering terjadi, terutama hanya karena hal yang remeh-temeh. Bermula dari gesekan kecil lalu pertengkaran terjadi hingga berujung pada penganiayaan terhadap pasangan.
Kekerasan Dalam Pacaran (KDP) merupakan tema yang ingin diangkat dalam novel Minoel karya dari Ken Terate dan diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama (2015). Berikut adalah ulasan saya untuk novel ini.
Sinta Asmiranda atau Minoel, pernah demam tinggi saat bayi hingga kaki kirinya bengkok dan mengecil. Hal yang membuatnya minder ketika beranjak remaja dan ia meyakini cacatnya itu penyebab dirinya tak pernah punya pacar.
Satu-satunya hal yang bisa dibanggakan Minoel adalah suaranya. Ia seringkali mengikuti lomba nyanyi antar sekolah, juga aktif di hadrah, dan merupakan salah seorang penyanyi Orkes Melayu Bintang Kejora.
Lalu suatu ketika, Akang, anak sekolah lain, menembak Minoel untuk menjadi kekasihnya. Minoel tentu saja mau walau penolakan justru datang dari Yola, sahabatnya yang pernah berpacaran dengan Akang saat SMP.
Peringatan Yola kalau Akang itu lelaki berandal tidak diindahkan Minoel karena pumya pacar adalah dambaan Minoel sejak lama. Minoel tetap mempertahankan Akang, lelaki yang posesif, cemburuan, sering minta uang honor menyanyinya, melarang Minoel ini-itu termasuk berlatih hadrah dan pramuka.
Apalagi sepupunya, Lilis, juga mendukung Minoel walaupun kisah cinta Lilis sama buruknya dengan Minoel. Pembedanya hanyalah, Lilis tidak pernah mengalami kekerasan fisik dan verbal yang dilakukan kekasihnya di depan orang banyak.
Pelatih menyanyi dan teman berlatihnya, Mbak Novi dan Dewa, kerap mengingatkan Minoel. Juga Ibu, yang memang selalu bersikap memusuhi Minoel, jelas-jelas memperlihatkan ketidak sukaannya pada Akang. Namun, Minoel tetap berkeras mempertahankan hubungannya dengan lelaki itu.
“Bagaimana dengan segala macam pelecehan yang kamu terima, Noel?”
“Yah, aku harus memberinya kesempatan. Cinta butuh pengorbanan.”
“Yang berkorban kamu? Dia bagaimana?” Dewa terus mendesak. Aku geragapan. Aku terdesak. (hlm 152)
“Sungguh, Noel, pacaran atau apa pun itu harus membuat kita jadi lebih baik dan lebih happy. Kalau lebih sengsara, ugh, mending jadi buruh, minimal digaji, ya kan?” (hlm 206)
Membaca novel ini bikin saya benar-benar gemas dengan tokoh Minoel, antara terlalu cinta dan terlalu bodoh memang beda tipis. Kebodohan yang pada akhirnya menyebabkan terjadinya peristiwa ‘itu’, yang membuat Minoel harus menjalani terapi untuk menyembuhkan dirinya.
Gaya penulisan di novel ini mirip diari, berupa curhatan Minoel dalam bentuk tulisan sebagai salah satu jalan terapi. Membaca novel ini, kita akan seperti mendengarkan Minoel yang curhat tentang kehidupannya, termasuk hubungan percintaannya dengan Akang.
Tokoh yang saya sukai di novel ini tentu saja Yola. Walau cara berbicaranya nyelekit, blak-blakkan, tak peduli perasaan orang yang mendengarnya, tapi semuanya jujur dan tulus dari hati. Yola yang doyan gonta-ganti pacar karena punya trust issue tentang sosok ayah, justru orang yang paling peduli pada Minoel.
Konflik di cerita ini lumayan padat dan memberikan edukasi pada pembacanya tentang kekerasan dalam pacaran, kehamilan tak diinginkan karena pergaulan bebas, dan dampak dari nikah muda.
Semoga ulasan ini membuat kita lebih aware, terhadap kemungkinan adanya kekerasan dalam pacaran, dan tak ragu untuk mencari bantuan jika sampai mengalaminya.