Repression (Represi), dalam mekanisme pertahanan diri ini, seseorang akan memilih untuk menyembunyikan atau menghalangi masalah-masalah tersebut masuk ke dalam alam bawah sadarnya. Daripada memilih untuk menghadapi masalah di depannya, mekanisme pertahanan diri repression akan mendorong seseorang untuk melupakan atau tak mau mengakui realita tersebut sama sekali.
Kutipan artikel di atas adalah upaya saya untuk memperoleh gambaran dari isi novel, setidaknya saya mengetahui arti dari judul novel Represi karya dari Fakhrisina Amalia ini sebelum membacanya.
Represi berkisah tentang seorang gadis dua puluhan tahun bernama Anna. Ia anak tunggal yang sejak kecil dididik kedua orangtuanya untuk menjadi gadis pemberani dan tidak mudah cengeng.
Anna juga tidak pernah menjadi dirinya sendiri. Dari soal makanan, pakaian, pendidikan, semua berdasarkan pilihan kedua orangtuanya. Anna juga selalu haus akan kasih sayang orangtuanya, terutama Ayah, yang seringkali melakukan perjalanan bisnis.
Ketika kuliah, itulah awal dari pemberontakan Anna. Ia masuk jurusan Desain Komunikasi Visual walaupun orangtuanya memilihkan jurusan Farmasi. Meski harus melewati pertengkaran dan ancaman akhirnya kedua orangtua Anna menerima pilihan anaknya.
Di kampus ini Anna memiliki sahabat-sahabat yang telah menjalin pertemanan dengannya sejak masa SMA. Para sahabat yang menjadi support system-nya ketika Anna masuk rumah sakit karena percobaan bunuh diri.
Keluarga dan para sahabat Anna tidak pernah mengetahui jika Anna memiliki trauma masa kecil yang disimpannya rapat-rapat. Trauma yang cuma berani Anna ceritakan pada lelaki yang dicintainya, Sky, yang ternyata, kelak, menjadi alasan bagi lelaki tersebut untuk menyakiti Anna.
Sejauh ini, berdasarkan novel-novel psikologi yang pernah saya baca, Represi menjadi novel psikologi favorit saya. Membaca ini secara tidak langsung, saya jadi belajar ilmu psikologi.
Cara-cara psikolog menangani kliennya, memancing respons, mendengarkan tanpa menghakimi, dan sejumlah materi konseling lain tergambarkan dengan jelas dari interaksi antara tokoh Anna dan Nabila.
Banyak juga dialog dan narasi yang saya suka dari interaksi antara mereka berdua. Basic penulis yang saat itu sedang kuliah magister psikologi profesi juga menjadi landasan yang amat baik untuk novel ini. Beliau jelas sangat memahami seluk-beluk dunia psikologi.
“Bagi sebagian orang mengekspresikan diri itu gampang, tapi bagi sebagian lain nggak. Semua emosi yang harusnya keluar itu dipendam ke alam bawah sadar dan tanpa kita sadari menjadi racun yang menyerang kita dari dalam diri kita sendiri. Itulah yang terjadi sama kamu, Anna. Saat ini kamu sedang dalam proses mengeluarkan racun-racun itu.” (Represi, hlm 199)
“Kita selalu punya kekuatan di dalam diri kita, Anna. Kekuatan yang nggak pernah kita tahu kalau ada, dan baru muncul pada saat-saat tak terduga. Kita nggak pernah tahu seberapa kuatnya kita sampai kita nggak punya pilihan lain selain kuat, kan?” (Represi, hlm 237)
Konflik dalam cerita memang hanya berpusat pada Anna, tapi konflik yang dimiliki tokoh Anna ini berlapis-lapis—dari trauma masa kecil, hubungan Anna dan keluarga, hubungan Anna dan Sky, kekasihnya, sampai Anna dan para sahabatnya, terutama Saka—membuat pembaca tak akan mati bosan, tapi malah akan larut dalam setiap kisahnya.
Saya sangat merekomendasikan novel Represi terbitan Gramedia Pustaka Utama (2018) ini untuk kalian yang mencari novel bertema psikologi dan untuk kalian yang mungkin sedang dirundung masalah berat. Membaca novel ini akan menjadi salah satu solusinya.
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS