Ulasan Buku 'Kitab Omong Kosong', Kisah Cinta Tragis dan Legendaris Rama dan Sinta

Hayuning Ratri Hapsari | Sherly Na
Ulasan Buku 'Kitab Omong Kosong', Kisah Cinta Tragis dan Legendaris Rama dan Sinta
Novel Negeri Senja oleh SGA (Twitter/@bukuakik)

Kitab Omong Kosong merupakan karya yang ditulis oleh Seno Gumira Ajidarma. Beliau bukan sekadar seorang penulis, melainkan juga seorang ilmuwan sastra, fotografer, dan kritikus film Indonesia.

Buku Kitab Omong Kosong sendiri dipublikasikan pada tahun 2004, terdapat 444 halaman, dan dicetak ulang oleh penerbit Bentang Pustaka pada bulan April 2021.

Kisah cinta Rama dan Sinta memang sangat tragis dan legendaris, yang sukses membuat dunia pewayangan Ramayana kalang kabut.

Bagaimana tidak kalang kabut, Rama sendiri saja tidak bisa menemukan kedamaian lagi saat ditinggalkan oleh Sinta. Bahkan, kebijaksanaan Rama juga seakan sudah termakan habis gelembung Rahwana, pengaruh jahat Rahwana yang ditiupkan ke hati manusia.

Terdapat cuitan yang sedikit menggelitik dalam buku ini.

“Tolong sampaikan agar cerita ini tidak usah dibaca karena membuang waktu, pikiran, dan tenaga. Sungguh, hanya suatu omong kosong belaka. Mohon maaf sekali lagi, untuk permintaan tolong ini. Maaf, beribu-ribu maaf,” Togog.

Cuitan tersebut memang ditulis oleh Togog, ia merasa minder sekaligus merasa terasingkan dalam sebuah dunia yang terus-terusan memuja Semar.

Buku Kitab Omong Kosong, menceritakan atau mengisahkan tentang malapetaka serbuan balatentara Sri Rama yang menyapu anak benua dan menghadirkan bencana dahsyat.

Kisah Satya dan Maneka, masyarakat yang dijadikan korban, yang menjelajah dalam pencarian Walmiki penulis Ramayana, sembari berlayar di samudera cerita.

Selain itu, juga berisikan kisah ketika sang Hanoman, wanara agung, yang ditakdirkan berumur panjang, untuk menjaga kebudayaan. Lantas, mengapa Togog menganjurkan kita untuk tidak membaca cerita ini? Nah!

Buku Kitab Omong Kosong secara garis besar, sebenarnya mempertanyakan soal apakah cinta yang dipertontonkan adalah cinta yang bisa disebut hakiki, sementara pada akhirnya, Sinta menderita karena kedustaan cinta itu sendiri.

Rama dalam buku ini sudah menjadi raja, yang harus memerhatikan rakyatnya, dan melindungi keagungannya.

Namun, pada akhirnya, Sinta mempertanyakan lagi terkait kesungguhan cinta Rama saat sebelumnya Sinta harus mengikuti upacara pembakaran diri. Dan untuk membuktikan kesucian dirinya, Sinta harus lolos dari api yang menjilatnya.

Hingga pada akhirnya, Rama memutuskan untuk melakukan persembahan kuda, yang membawa jutaan pasukan Ayodya untuk membumihanguskan segala daerah yang dilewati oleh kuda putih ajaib. Di situ juga ditegaskan, siapa yang tidak tunduk dengan pasukan tersebut akan dianggap telah menentang perdamaian. 

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak