Review Film 'Never Let Me Go', Fiksi Ilmiah tentang Etika Nilai Manusia

Hayuning Ratri Hapsari | Caca Kartiwa
Review Film 'Never Let Me Go', Fiksi Ilmiah tentang Etika Nilai Manusia
Adegan film Never Let Me Go (IMDb)

Jika diminta menyebut film bagus, tapi underrated bagi saya "Never Let Me Go" yang rilis tahun 2010 adalah salah satunya.

"Never Let Me Go," merupakan adaptasi film dari novel Kazuo Ishiguro yang dibuat oleh Mark Romanek yang bakal membawa penontonnya ke dunia yang penuh dengan pertanyaan etika dan eksistensial.

Film ini menggabungkan unsur sains fiksi dengan perjalanan emosional karakter-karakternya, membentuk narasi yang mendalam dan penuh arti.

Sejak awal, "Never Let Me Go" menciptakan atmosfer yang misterius dan sedikit menyeramkan. Cerita berlangsung di sebuah lembaga pendidikan khusus yang merawat dan mendidik anak-anak bernama Kathy, Tommy, dan Ruth.

Mereka tumbuh dalam dunia yang tampaknya terisolasi, segala aspek kehidupan mereka dikendalikan oleh sistem yang lebih besar.

Seiring cerita berkembang, penonton menyadari bahwa anak-anak ini adalah klon yang diciptakan untuk tujuan penyumbangan organ.

Salah satu kekuatan utama film ini adalah penyajian dunia sains fiksi yang realistis. Romanek dengan cermat menggambarkan etika kontroversial di balik praktik kloning dan penggunaan organ manusia.

Film ini mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mendalam tentang hak asasi manusia, identitas, dan moralitas. Bagaimana manusia bersikap terhadap makhluk-makhluk yang diciptakan untuk tujuan penyumbangan organ? Sejauh mana kita dapat membenarkan tindakan-tindakan etis di tengah kemajuan ilmu pengetahuan?

Namun, di balik konsep sains fiksi yang kompleks, inti cerita "Never Let Me Go" adalah perjalanan emosional para karakter utamanya.

Kathy (Carey Mulligan), Tommy (Andrew Garfield), dan Ruth (Keira Knightley) membawa penonton ke dalam pengalaman mereka yang penuh dengan rasa kehilangan, penemuan identitas, dan cinta yang tak terbalas. Kinerja para aktor sangat meyakinkan, memperkuat konektivitas emosional dengan penonton.

Dalam film ini, cinta tumbuh dalam kondisi yang sulit. Kisah cinta segitiga antara Kathy, Tommy, dan Ruth menyentuh hati penonton dengan kejujuran emosionalnya.

Pertanyaan-pertanyaan tentang cinta, kehilangan, dan arti hidup menjadi pusat cerita, memaksa penonton untuk merenungkan eksistensi manusia dalam situasi yang penuh tekanan.

Pengarahan visual Romanek juga patut diapresiasi. Sinematografi yang indah dan pemilihan warna yang melankolis menciptakan atmosfer yang melengkapi suasana emosional film.

Setiap adegan diatur dengan hati-hati untuk memperkuat dampak naratif, memberikan penonton pengalaman visual yang mendalam.

Walau film ini mungkin dianggap lambat untuk sebagian penonton, kekuatan sejati "Never Let Me Go" terletak pada kecerdasan dan kedalaman ceritanya. Ia menantang penonton untuk berpikir lebih jauh tentang moralitas dan nilai-nilai yang membentuk dasar kemanusiaan.

"Never Let Me Go" bukanlah hanya film sains fiksi yang menghibur, tetapi juga cermin yang merangsang pemikiran tentang masa depan etika dalam ilmu pengetahuan.

Skor "Never Let Me Go" 90/100. Film ini tidak hanya menghadirkan pandangan sains fiksi yang unik, tetapi juga merangkul sisi emosional kemanusiaan.

Film juga mengajak penonton untuk merenung tentang makna hidup, cinta, dan harga dari kehidupan itu sendiri, sekaligus menimbulkan pertanyaan-pertanyaan yang relevan tentang etika ilmu pengetahuan modern.

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak