"The Abyss" yang tayang di Netflix pada 16 Februari 2024, merupakan film asal Swedia yang menggabungkan elemen bencana dengan drama keluarga.
Dengan latar belakang Kota Kiruna (bagian dari Swedia bagian Utara) di mana ada aktivitas tambang di bawah Gunung Kiirunavaara, yang menjadi ancaman karena adanya perubahan signifikan dalam topografinya.
Suatu ketika, sekelompok remaja, termasuk Simon, putranya Frigga, secara nggak sengaja terhisap ke dalam bumi setelah ‘malam minum-minum di dekat zona retakan tambang.
Frigga (Tuva Novotny), direktur keselamatan di tambang, harus menghadapi tantangan ganda: mencari putranya yang hilang, dan menjaga kota dari bahaya yang semakin nyata.
Konflik pribadi Frigga dengan mantan suaminya, Tage, yang juga kepala operasional tambang, bikin tambah tegang. Dalam usahanya mencari Simon, Frigga harus berurusan dengan konflik keluarga yang semakin memburuk.
Sementara Frigga berjuang untuk memahami keberadaan putranya, tambang di bawah kota menunjukkan tanda-tanda aktivitas seismik yang mengkhawatirkan.
Review Film The Abyss
Dari segi sinematografi, "The Abyss" berhasil menciptakan atmosfernya yang mencekam. Pemandangan bawah tanah memberikan nuansa klaustrofobia yang nyata, sering kali bikin diriku geregetan dari ketegangan yang dibangun.
Komposisi visualnya juga memberikan kesan nyata, seperti benar-benar berada di dalam tambang. Sampai-sampai, aku meyakini ada banyak penonton yang ikutan was-was atas bahaya yang bermunculan.
Penampilan para aktor juga patut diacungi jempol. Meskipun tema keluarga yang terpecah belah dan menghadapi bencana ekstrem, menurutku sudah klise.
Akan tetapi, para pemeran mampu membawa drama ke tingkat yang lebih tinggi. Tuva Novotny, yang memerankan Frigga, memberikan penampilan yang tajam, dia juga bisa menggambarkan konflik internalnya dengan nuansa emosi yang dalam.
Chemistry di antara para pemeran, termasuk Kardo Razzazi yang memerankan Dabir, memberikan dimensi tambahan pada cerita.
Namun, sayangnya, sama seperti tema yang klise, plot "The Abyss" cenderung mudah ditebak. Cerita keluarga yang bercerai dan bersatu kembali dalam bencana ekstrem, jelas sangat familiar.
Meskipun ada upaya untuk memberikan sentuhan yang berbeda, tapi film ini masih terjebak dalam formula yang telah sering digunakan dalam genre serupa.
Sementara fase awal film membangun ketegangan dengan baik, sayangnya, momentum tersebut meredup di paruh kedua. Film ini beralih dari elemen bencana ke arah drama sabun yang kurang sesuai dengan ekspektasi awal.
Meskipun ada usaha untuk menjelaskan konflik personal karakter-karakter, transisi ini terasa canggung dan mengurangi dampak emosional dari ancaman bencana yang seharusnya menjadi fokus utama.
"The Abyss" mungkin bukan film bencana terbaik di pasaran, tetapi juga bukan yang terburuk. Dengan kelebihan dan kelemahannya, skor dariku: 6/10.
Kamu nggak mau melewatkan film ini, kan? Sayang banget kalau hanya dengan membaca review, kamu malah nggak jadi menontonnya. Pada dasarnya pengalaman menonton tiap-tiap orang itu berbeda, jadi untuk benar-benar mengetahuinya, kamu harus menontonnya sendiri.
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS