Novel Insecure besutan dari Seplia yang diterbitkan pertama kali oleh Gramedia Pustaka Utama di tahun 2016, mengangkat tema tentang kekerasan pada anak dan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).
Novel yang pada cover depannya terdapat tagline ‘Andai Aku Lebih Berani’, sedikit banyak mengundang tanda tanya saya mengenai isi dari novel itu sendiri.
Kisah berawal dari kecurigaan Sam Alqori pada teman sebangkunya, Zee Rasyid, yang kerap dilihatnya memiliki lebam di beberapa bagian tubuhnya yang terbuka. Namun, setiap kali bertanya, Zee akan mengatakan bahwa semua lebam tersebut akibat jatuh dari kamar mandi. Sesuatu hal yang tentu saja tak dipercayai Sam.
Zee sebenarnya pindahan dari kelas lain, yang sengaja dipindahkan oleh guru BP saat pertengahan semester satu kelas dua belas, ke kelasnya Sam yang terkenal paling ribut. Tujuannya, agar gadis pendiam itu bisa bersosialisasi dan lebih membuka diri.
Hanya Sam yang mau menjadi teman duduk Zee karena Zee juga selalu sukarela memberikan catatan, tugas, atau PR untuk disalin Sam, siswa paling pemalas dan cuma datang ke sekolah untuk tidur sampai jam pelajaran berakhir.
Suatu kali saat Sam pergi ke rumah Zee, ia mendapati Zee terkapar dengan tubuh penuh darah dan luka. Sementara Mama Zee, sudah memegang gunting di tangannya.
Sam sangat membenci kekerasan. Ayahnya sendiri kerap memukuli ibu dan Ghisa, kakak perempuannya. Dia sendiri semasa kecil juga mengalami hal yang sama. Namun, saat Sam beranjak dewasa, dia mulai berani untuk melawan sang ayah.
"Melihat tubuh Ghisa diperban di sana-sini hati gue mencelus. Gue pengin berteriak, meninju apa pun yang bisa menyalurkan emosi gue saat ini. Namun yang bisa gue lakukan hanyalah membungkuk di kursi, menangkupkan kedua telapak tangan ke wajah dengan kedua siku menekan lutut." (Hal. 178)
Membaca novel ini banyak sekali part yang membuat saya geram. Terutama setiap kali Zee menutupi dan membela sang mama atas nama kasih sayang. Sampai wali kelasnya sendiri, Ibu Imara, angkat tangan dan Sam sempat marah besar.
Saya juga gemas dengan sikap ibunda Sam, yang seperti halnya Zee, tetap membela suaminya dan melarang anak-anaknya melawan sang ayah. Meskipun sang ibu babak belur dihajar suaminya yang jarang pulang dan tak pernah memberi nafkah.
Dalam novel ini saya menyukai interaksi antara Sam dan sahabatnya, Vini, yang sudah layaknya saudara. Vini yang galak tapi sangat cerdas dan selalu tanggap membantu Sam dan keluarganya. Sam yang peduli dan akan melawan siapa saja yang menyakiti Vini.
Dialog-dialog antara Sam dan Vini juga selalu segar, penuh celetukan yang agak ngasal, tapi justru memperingan jalannya cerita yang lumayan berat dan suram. Selain tentu saja adanya romansa antara Sam dan Zee yang juga membuat jalan cerita tak melulu tegang.
Konflik cerita sangat berat dan beragam. Tak hanya menyoal kekerasan pada anak dan KDRT, tapi juga tentang perceraian dan dampaknya pada anak, juga perihal cita-cita dan mimpi yang agaknya bukan milik ‘orang miskin’, seperti halnya bagi Sam dan Vini.
Secara keseluruhan, novel ini memberikan banyak pesan moral kepada para pembaca. Salah satunya, untuk berani menolak kekerasan dan tegas melaporkan jika hal itu terjadi pada diri kita. Juga untuk tak berhenti bermimpi dan memiliki cita-cita.
CEK BERITA DAN ARTIKEL LAINNYA DI GOOGLE NEWS