Film Kartolo Numpak Terang Bulan menjadi angin segar di tengah serbuan film genre horor yang seakan-akan nggak ada habis-habisnya. Film berdurasi kisaran dua jam yang disutradarai oleh M Ainun Ridho, sudah beredar di bioskop-bioskop kesayangan sejak 14 Maret 2024. Film ini menghadirkan nuansa drama kedaerahan Surabaya yang kental melalui bahasa, setting tempat, komedinya, dan nilai multikulturalisme.
Kartolo Numpak Terang Bulan mengisahkan tentang sebuah rumah kos milik Cak Kartolo yang menjadi tempat tinggal bagi empat mahasiswa: Simon (diperankan oleh Beta Sofiansyah) dari Papua, Yusuf (diperankan oleh Wandi Marzuki) dari Makassar, Boncel (diperankan oleh Rizky Boncel) dari Malang, dan Mat (diperankan oleh Yuliawan Krisdianto) dari Tulungagung.
Suatu hari, Cak Kartolo (yang diperankan oleh dirinya sendiri) jatuh sakit, dan sahabatnya, Cak Sapari (juga diperankan dirinya sendiri), memanggil anak Cak Kartolo, Sari (diperankan oleh Alda Yunalvita), untuk pulang dan merawat ayahnya.
Kedatangan Sari menjadi pusat perhatian karena kecantikannya dan penampilannya yang menarik. Para mahasiswa kos berlomba-lomba untuk mendapatkan perhatian Sari. Namun, kedekatan Sari dengan Jon memicu rasa cemburu di antara mereka. Dan di waktu yang nggak terduga, Cak Kartolo mengungkapkan sebuah rahasia kelam tentang masa lalu keluarganya. Rupanya Sari adalah anak kandungnya yang telah lama hilang dan terpisah dari keluarganya. Ups.
Ulasan:
Salah satu kekurangan yang cukup mencolok adalah dalam aspek produksi film ini. Kamera shaking yang parah. Kamera shaking merujuk pada gerakan atau getaran yang nggak diinginkan pada rekaman video, yang dapat mengakibatkan gambar menjadi nggak stabil atau bergoyang. Hal ini seringkali terjadi ketika kamera digerakkan secara kasar atau nggak stabil, atau ketika kamera terkena guncangan dari lingkungan sekitarnya. Jadi, kamera shaking, tentunya cukup mengganggu pengalaman menonton, terlepas ada beberapa pengecualian.
Selain itu, terasa banget setiap dialog dan alurnya kayak berasal dari naskah yang kurang matang. Ditambah dengan shot close up yang terpotong, dan transisi yang absurd, itu semua benar-benar mengganggu pengalaman menontonku. Naskahnya terasa lebih mirip naskah drama sinetron dan nggak mampu mendukung potensi cerita yang sebenarnya menarik.
Meskipun demikian, film ini sepertinya berhasil memancing minat penonton untuk mengunjungi Kota Surabaya. Shot-shot yang memperlihatkan berbagai sisi kehidupan orang-orang Surabaya dengan cukup baik bisa menjadi daya tarik tersendiri.
Intinya, Film Kartolo Numpak Terang Bulan memiliki potensi besar untuk mengangkat nuansa kedaerahan Surabaya dan memperlihatkan berbagai sisi kehidupan di kota tersebut. Namun, kekurangan dalam aspek produksi, telah meredupkan potensi film ini di layar lebar. Sangat disayangkan. Skor dariku: 3/10.
Berhubung ini subjektif, bisa jadi, pengalaman menontonku berbeda dengan pengalaman menontonmu. Jadi, yuk, tetap dukung perfilman Indonesia dengan cara menontonnya. Selamat nonton, ya.