Cerita dari sudut pandang anak kecil biasanya akan menawarkan pengalaman yang cukup berbeda dan unik.
Dunia di mata anak kecil terkadang sangat sederhana, namun memiliki makna yang mendalam. Seperti novel yang berjudul ‘Mirai’ ini.
Identitas Buku 'Mirai'
Judul Buku: Mirai
Penulis: Mamoru Hosoda
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Jumlah Halaman: 272 halaman
Sinopsis Novel ‘Mirai’
Kun kecil tidak terlalu senang saat kedatangan anggota baru di keluarganya; seorang adik bayi perempuan. Kun khawatir orangtuanya tidak akan menyayanginya sebesar dulu. Benar saja, sekarang semua-semua adalah soal adiknya.
Karena itu, Kun mulai bertingkah, menciptakan keributan-keributan kecil di rumah, melawan ibu dan ayah, dan mengisengi adiknya hingga menangis. Pokoknya, Kun tidak suka pada adiknya! Kun membenci adiknya!
Kemudian, tiba-tiba seorang gadis remaja mendatangi Kun dan berkata bahwa dia adalah adik Kun dari masa depan. Gadis itu membawa Kun berpetualang ke dunia menakjubkan di masa lalu dan masa mendatang, yang membuat Kun mesti berpikir ulang soal perasaannya pada adiknya.
Ulasan Novel ‘Mirai’
Sepasang pengantin baru yang memiliki kepribadian sangat bertolak belakang, membeli sebuah rumah dengan pohon di halaman rumahnya yang serba mungil. 6 tahun setelah pernikahan mereka, sang istri hamil anak pertama. Momen-momen ketika perut sang istri mulai membesar selalu diabadikan oleh sang suami. Berdasarkan hasil USG, diketahui bahwa jenis kelamin anak pertama mereka adalah laki-laki. Sang anak yang dinantikan lahir dan diberi nama Kun.
Membaca cerita ini, aku seakan diajak menyelami pikiran seorang anak kecil berusia 3 tahun bernama Kun. Kun merasa bingung dan tidak suka ada sosok lain yang hadir di tengah keluarga kecil mereka. Kun tidak suka kehadiran bayi perempuan dalam gendongan ibunya yang baru pulang dari rumah sakit bersalin membuat perhatian orang tuanya berkurang padanya.
Apa yang bisa diharapkan dari seorang bocah berusia tiga tahun. Kun hanya ingin perhatian orang-orang kembali berpusat padanya. Ia pernah memukul wajah adiknya, Mirai, dengan mainannya. Ia juga pernah bersikap jahil menyusun kue-kue di wajah sang adik. Kenakalan khas anak kecil yang meminta perhatian.
Bagian cukup menguras emosi bagiku berada di bagian menjelang akhir. Ketika Kun belajar naik sepeda, dia menunjukkan sikap yang luar biasa. Kali pertama mencoba, ditemani oleh ayahnya, Kun merasa tidak akan bisa menaikinya. Apalagi ketika ayah kembali menghampiri Mirai yang menangis di bangku taman dan meninggalkan Kun sendirian mendirikan sepeda setelah terjatuh.
Entah sungguhan atau hanya sekadar imajinasi anak kecil, Kun berkali-kali mengalami kejadian aneh. Salah satunya ketika bertemu dengan seorang pemuda yang mengajaknya menunggangi kuda. Hal ini membuatnya membulatkan tekad untuk belajar naik sepeda, dan akhirnya dia memang berhasil, meskipun ban depan sepedanya masih berjalan tidak stabil. Perisitwa aneh lainnya mampu membuat ia sadar dan akhirnya menyayangi Mirai dengan tulus layaknya seorang kakak menyayangi adik perempuannya.