Ikuti Perjalanan Hampa Kehilangan Kenangan di Novel 'Polisi Kenangan'

Hayuning Ratri Hapsari | Rizky Melinda Sari
Ikuti Perjalanan Hampa Kehilangan Kenangan di Novel 'Polisi Kenangan'
Novel Memory Police (Dok. Pribadi/rizkymelinda)

Kenangan merupakan satu-satunya hal yang tersisa saat seseorang pergi dan meninggalkan dunia ini. Lantas bagaimana jadinya jika kenangan itu juga ikut menghilang? Ikuti ketegangan kisah para penduduk di sebuah pulau tak bernama yang harus merasakan kehilangan satu per satu.

Identitas Buku

Judul buku: Polisi Kenangan (The Memory Police)
Penulis: Yoko Ogawa
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Jumlah Halaman: 304 Halaman

Sinopsis Novel Polisi Kenangan

Penduduk di suatu pulau tak bernama, hidup di bawah kekuasaan rezim yang opresif.
Pelan-pelan mereka mengalami amnesia kolektif. Secara berkala benda-benda mulai hilang dari ingatan mereka—bunga, burung, perahu, topi, pita, hal-hal yang tampak sepele.

Apa pun yang hilang itu, tak lagi memiliki makna, benda itu bisa dibakar di kebun, dibuang ke sungai, atau diserahkan kepada Polisi Kenangan.

Tetapi ada orang-orang yang tidak lupa, entah kenapa, dan tugas polisi kenangan adalah mengatasi orang-orang seperti ini.

Ketika seorang novelis muda mendapati editornya terancam akan dibawa pergi oleh polisi kenangan, dia berupaya menyelamatkan sang editor. Editor itu adalah satu dari segelintir orang yang tidak melupakan, dan makin lama semakin sulit baginya untuk menyembunyikan hal ini. Siapa yang tahu apa yang akan hilang berikutnya?

Polisi kenangan adalah kisah yang indah dan sulit dilupakan, tentang kekuatan kenangan dan trauma akibat kehilangan.

Ulasan Novel Polisi Kenangan

Novel ini adalah karya pertama dari Yoko Okagawa, penulis perempuan dari Jepang, yang aku baca. Aku dibuat penasaran dengan judulnya yang unik, Polisi Kenangan.

Tak ada ekspektasi apa pun pada awalnya bahwa kisah ini adalah sebuah cerita distopia yang cukup mencekam terkait kehilangan kenangan. Awalnya aku kira isinya akan heartwarming karena sebagian karya penulis Jepang yang aku baca memang menuliskan cerita demikian.

Namun rupanya dugaanku meleset. Kisah ini memang bisa dibilang 'slow' alias beralur lambat, tapi di sinilah daya tariknya. Pembaca akan diikutsertakan untuk merasakan kehampaan saat benda-benda menghilang satu per satu. Mulai dari bunga, topi, pita, hingga kehilangan itu mulai merambah ke hal-hal milik pribadi.

Rasa hampa yang dialami para penduduk pulau itu terasa sangat kuat. Mereka akan terbangun di pagi hari dan merasakan atmosfer yang aneh, pertanda bahwa sesuatu telah menghilang.

Awalnya aku tidak merasa terganggu dengan barang-barang yang hilang, karena memang hanya barang-barang remeh. Tetapi semua mulai berubah mencekam saat kehilangan itu merambah hal yang lebih penting.

Tokoh 'Aku' yang menjadi sentral cerita ini tidak disebutkan namanya, semakin membuat cerita ini suram. Ia adalah seorang novelis perempuan. Ia berusaha menyelamatkan editornya dari buruan Polisi Kenangan yang akan menangkap siapapun yang tidak mampu melupakan, seperti penduduk pulau lainnya.

Sebaiknya jangan gegabah dan menaruh ekspektasi berlebih terhadap akhir cerita ini. Pembaca tentu sudah bisa menebak bagaimana akhir kehidupan seluruh penduduk pulau. Layaknya sebuah lagu menyedihkan dan suram yang sudah waktunya berakhir.

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak