Antara Bahasa dan Kolonialisme: Menggali Kedalaman 'Babel' Karya R.F. Kuang

Hayuning Ratri Hapsari | Munifa Mahdiah
Antara Bahasa dan Kolonialisme: Menggali Kedalaman 'Babel' Karya R.F. Kuang
Buku Babel An Arcane History" karya R.F. Kuang (Instagram/shiramedia)

"Babel: An Arcane History" karya R.F. Kuang  adalah sebuah novel fantasi sejarah yang menggabungkan elemen magis dengan kritik tajam terhadap kolonialisme dan kekuasaan. Cerita dimulai dengan Robin Swift, seorang yatim piatu dari Kanton, yang diadopsi oleh Profesor Lovell setelah kematian ibunya akibat wabah kolera.

Robin dibawa ke Inggris dan dibesarkan di London, dia dilatih dalam berbagai bahasa klasik dan modern untuk mempersiapkannya masuk ke Institut Terjemahan Kerajaan di Universitas Oxford, dikenal sebagai Babel.

Babel adalah pusat terjemahan paling bergengsi di dunia, tempat bahasa digunakan untuk menciptakan sihir yang memperkuat kekuasaan Kekaisaran Inggris.

Ketika Robin mulai belajar di Babel, dia menemukan bahwa proses terjemahan di institut ini tidak hanya akademis tetapi juga magis. Melalui “papan perak,” kata-kata diubah menjadi energi sihir yang memengaruhi realitas.

Namun, Robin segera sadar bahwa kekuatan ini digunakan oleh Inggris untuk memperluas pengaruh dan kekuasaannya secara global.

Babel, yang seharusnya menjadi simbol kemajuan dan pengetahuan, ternyata juga menjadi alat untuk eksploitasi dan kontrol kolonial. Robin mulai merasakan konflik batin tentang perannya di Babel dan bagaimana dia berkontribusi pada penindasan negara-negara lain.

Di Babel, Robin berteman dengan Ramy dari India, Victoire dari Haiti, dan Letty dari Inggris. Persahabatan mereka memberikan pandangan yang lebih luas tentang dampak kolonialisme dan peran institusi seperti Babel dalam mempertahankan ketidakadilan.

Setiap karakter menghadapi dilema pribadi dan moral mereka sendiri, yang memperkaya cerita dengan lapisan emosi dan refleksi tentang identitas dan kesetiaan.

Robin, khususnya, terjebak antara dua dunia Cina dan Inggris dan harus menghadapi tantangan identitas dan asal usulnya sambil mencari makna dalam perannya sebagai penerjemah di Babel.

Kuang menggunakan prosa yang deskriptif dan kaya, membawa pembaca ke dalam atmosfer yang kompleks dan gelap dari Inggris abad ke-19.

Penggabungan elemen sejarah dengan fantasi menciptakan narasi yang tidak hanya menarik tetapi juga reflektif, memberikan perspektif baru tentang bagaimana bahasa dapat digunakan sebagai alat kekuasaan dan kontrol.

Meskipun alur cerita di awal bisa terasa lambat karena fokus pada pengembangan karakter dan dunia, ini memberikan kedalaman yang memperkaya pengalaman membaca.

Dengan eksplorasi mendalam tentang kolonialisme dan kekuasaan melalui lensa bahasa dan terjemahan, "Babel: An Arcane History" menonjol sebagai karya yang menggugah pemikiran dan memikat.

Buku ini menawarkan refleksi tajam tentang sejarah, identitas, dan peran institusi dalam mempertahankan dominasi, menjadikannya bacaan yang penting bagi para penggemar fantasi dan sejarah.

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak