Buku dengan judul yang cukup unik ini berisi kumpulan tulisan beragam tema karya Cak Nun, panggilan akrab Emha Ainun Nadjib. Ia adalah seorang publik figur, kiai nyentrik, budayawan, sekaligus penyair.
Perihal kualitas tulisan-tulisan karya Cak Nun, tak usah diragukan lagi. Biasanya, karya-karyanya sarat dengan renungan kehidupan. Renungan yang bisa membuat para pembacanya merenungi hidup sekaligus melakukan introspeksi diri.
‘Jejak Tinju Pak Kiai’ adalah salah satu judul tulisan Cak Nun dalam buku (terbitan Kompas) ini. Sebuah tulisan yang layak dibaca dan renungi pesan-pesannya.
Dalam tulisan tersebut Cak Nun menjelaskan bahwa baik, buruk, jahat, tak jahat, bukan satu-satunya faktor penentu nasib manusia.
Dimensi dasar nilai hidup manusia adalah baik dan buruk, benar dan salah, indah dan tidak indah. Sebenarnya belum cukup. Masih ada dimensi mendasar lainnya, belum variabel-variabel dan detailnya.
Ada orang mengucapkan sesuatu dan melakukannya. Ada orang mengucapkan tetapi tak melakukan. Ada yang melakukan tetapi tak mengucapkan. Ada yang tak mengucapkan dan tak melakukan..., dengan berbagai variabelnya. Ada orang yang mengkritik dan memberi jalan keluar. Ada orang mengkritik tetapi tak bisa memberi jalan keluar. Ada orang memberi jalan keluar tanpa mengkritik. Ada orang tidak mengkritik dan tidak memberi jalan keluar..., dengan berbagai variabelnya (hlm. 1-2).
Tulisan menarik karya Cak Nun lainnya yang patut disimak dalam buku ini berjudul ‘Nyicil Simpati Kepada Setan’. Cak Nun menyinggung soal manusia dan setan.
Manusia sudah semakin tidak mengenali dirinya sendiri, apalagi mengenali setan, sehingga tidak pernah secara sadar atau instingtif mengetahui apakah ia sedang dipengaruhi oleh setan, apakah sedang berjalan didorong dan dimotivasi oleh si setan, apakah ia sedang menyelenggarakan sesuatu yang pengambil keputusan sebenarnya adalah setan di dalam dirinya.
Tentu saja setan tidak bisa kita pandang dengan terminologi materi atau jasadiyah. Ia lebih merupakan energi atau gelombang. Sedemikian rupa manusia harus mempelajari dirinya sendiri: dari wujud materiilnya, psiche-nya, roh atau rohaninya (hlm. 175-176).
Bila direnungi, manusia memang makhluk yang istimewa karena dikaruniai akal oleh Allah. Namun, tak bisa disangkal bahwa manusia sering tergoda bujuk rayu setan, sehingga kelakuannya itu tak ubahnya seperti setan. Namun banyak orang yang tak menyadari atau bisa jadi mereka sadar tapi tetap nekat melakukan apa kata si setan.
Buku ini sangat menarik. Lewat buku ini, kita bisa merenungi pesan-pesan bijak Cak Nun. Sekaligus menjadi cara bagi kita untuk banyak introspeksi diri. Semoga setelah membaca buku ini, kita jadi lebih termotivasi untuk berusaha menjadi manusia yang lebih baik lagi ke depannya.
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS