Resensi Novel Cerita Kulkas: Ketika Pembaca Cosplay Jadi Kulkas

Hayuning Ratri Hapsari | Rie Kusuma
Resensi Novel Cerita Kulkas: Ketika Pembaca Cosplay Jadi Kulkas
Cover novel Cerita Kulkas (Ipusnas)

Membaca Cerita Kulkas karya dari Shindy Farrahdiba, pembaca harus siap-siap cosplay jadi kulkas. Sebab, penulis menggunakan sudut pandang orang kedua. Berarti, penulis memosisikan pembaca sebagai tokoh utama, yang dalam cerita ini adalah kulkas dua pintu bermerek Tosca.

Kulkas Tosca akan menyoroti kehidupan Kafka dan Nagita, yang disebutnya K dan N, pasangan muda yang baru menempati sebuah rumah mungil dan bersiap mengarungi biduk rumah tangga.

Kehidupan sehari-hari Kafka dan Nagita sebagai pasutri baru, tentu saja masih butuh penyesuaian satu sama lain. Hal inilah yang kemudian menimbulkan banyak kejadian seru dalam kehidupan mereka.

Seperti kebiasaan Nagita yang gemar kirim pesan pakai sticky notes yang ditempel di pintu kulkas. Niatnya romantis, tapi pesan itu tidak pernah dibalas Kafka. Minimal cuma di-read ala WhatsApp alias dikasih centang dua pakai spidol biru sama Kafka.

Di lain kisah, Kafka dan Nagita membahas soal tagihan, cucian, mesin cuci yang rusak, sampai sebalnya Nagita sama kebiasaan Kafka yang gemar main game sampai lupa waktu.

Di lain waktu, gantian Kafka yang kesal saat kaos band favoritnya dipotong-potong Nagita untuk jadi kain lap. Ada juga kejadian lucu saat kecoak masuk dapur dan bukan hanya Nagita yang takut, tapi si kulkas juga takut.

N buru-buru menutup makanannya dan mengawasi makhluk yang kamu simpulkan menakutkan dan menyebalkan. Entah apa maksud makhluk itu—karena sekarang kamu juga ikut takut walaupun tahu tidak bisa kabur, dia semakin liar terbang ke sana kemari. (Hal. 92)

Novel terbitan Mediakata bergenre slice of life ini, memang menawarkan cerita berupa penggalan-penggalan kisah para tokohnya yang selalu berbeda di tiap bab.

Tak ada konflik yang terlalu berat. Konflik yang ada lebih bersifat personal. Tiap bab berfokus pada interaksi antara Kafka dan Nagita dari kacamata sebuah kulkas. Alur ceritanya juga sederhana.

Karakter para tokohnya, Kafka dan Nagita, sangat kuat. Nagita digambarkan sebagai perempuan yang perhatian, romantis, banyak aturan, tapi juga berusaha mengurus Kafka sebaik-baiknya.

Kafka, si penggemar game Mario Bros yang sabar, konyol, kreatif, seperti saat membuatkan gelang untuk Nagita dari lampu kristal atau menyulap setrikaan lama mereka jadi vas bunga.

Kulkas Tosca sendiri meskipun benda mati tapi bisa berpikir dan memiliki perasaan, walau dengan keterbatasannya sebagai kulkas. Dia juga mempelajari kosakata yang didengarnya dari Kafka dan Nagita.

Menggunakan sudut pandang orang kedua sebenarnya agak tricky, apalagi tokohnya kulkas, benda mati yang diam saja, tidak ke mana-mana. Jadi, ‘penglihatan’ si kulkas ini pun terbatas.

Kadangkala bisa timbul kebocoran PoV mengenai ‘penglihatan’ tokoh atau bisa juga terjadi inkonsistensi, ketika penulis yang semula menggunakan kata ganti ‘kamu’ atau ‘kau’, lalu berubah jadi ‘aku’.

Tapi, untungnya semua kekhawatiran saya tersebut tak terjadi di novel Cerita Kulkas. Penulis sangat cermat dalam mengolah sudut pandang yang digunakan.

Adapun kelebihan dari sudut pandang kedua ini, pembaca akan lebih masuk ke dalam cerita, karena pembaca diposisikan sebagai tokoh utama yang turut berperan dalam cerita.

Jadi, kalau kamu ingin tahu bagaimana rasanya cosplay jadi kulkas, kamu harus banget membaca novel Cerita Kulkas.

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak