Kisah Pencuri Kirim Surat kepada Polisi dalam Buku Persaingan Sang Dukun

Hikmawan Firdaus | Fathorrozi 🖊️
Kisah Pencuri Kirim Surat kepada Polisi dalam Buku Persaingan Sang Dukun
Buku Persaingan Sang Dukun (iPusnas)

Setiap saat bertebaran kabar dan kejadian yang kita temukan, baik di sekitar maupun lewat media sosial. Kejadian tersebut ada yang meninggalkan kesan getir, empati, geram, hingga ketawa terpingkal-pingkal. Kesemuanya mampu memberikan warna yang beragam dalam setiap sendi kehidupan kita.

Dalam buku Persaingan Sang Dukun memuat aneka kejadian ringan yang lucu, menggelitik, menarik, juga pasti menghibur. Aneka cerita unik dan super aneh itu pernah dilahirkan oleh salah satu majalah nasional melalui rubrik Indonesiana.

Cerita-cerita aneh yang tidak terbayangkan itu, ditemukan oleh wartawan majalah tersebut di belahan bumi Nusantara. Lalu disajikan lewat rubrik Indonesiana sejak edisi 30 Januari 1982 dengan gaya tulisan ringan, jenaka, ringkas, dan padat. Kejadian-kejadian itu berupa penipuan, pencurian, perselingkuhan, kawin-cerai, pelacuran, dan lain-lain.

Salah satu kisah unik yang tersaji dalam rubrik Indonesiana yang kemudian dihimpun menjadi satu dalam buku Persaingan Sang Dukun tersebut, berjudul Maling yang Ramah, diterbitkan pada 30 Januari 1982.

Menceritakan tentang kantor pos Desa Banyuajuh, Kamal, Bangkalan yang kebobolan. Pencurinya tidak mengambil apa-apa. Cuma meninggalkan surat yang ditujukan kepada polisi, yang diawali dengan permintaan maaf.

Kisah lengkapnya, awal Januari 1982, Kantor Pos desa Banyuajuh, kecamatan Kamal, kabupaten Bangkalan Madura dirusak oleh pencuri yang masuk lewat pintu belakang. Pencuri tersebut mengobrak-abrik isi kantor tanpa membawa pulang satu barang pun.

Si maling malah meninggalkan surat yang ditujukan kepada polisi setempat. Berikut isi surat tersebut:

"Bapak Polisi, jangan gampang memukul orang dan jangan gampang mistol (menembak) maling. Kalau ada maling, itu saudaranya Bapak sendiri."

Entah apa maksud si maling, namun rupanya agar polisi tidak marah, pencuri tersebut mengawali suratnya dengan minta maaf.

"Kami minta maaf sebelumnya kepada Bapak Polisi, jangan sampai tersinggung." (Halaman 11).

Selain berita itu, pada 13 Maret 1982 rubrik Indonesiana juga pernah menampilkan cerita bertajuk Persaingan Sang Dukun yang kemudian dinobatkan menjadi judul utama buku ini. Berita tersebut mengisahkan seorang dukun bernama Suparno yang didera sakit hati karena ulah teman seprofesinya, dukun Sumardjo, keduanya tinggal di Kudus. Puncak persaingan antara kedua dukun itu, berakhir dengan terbunuhnya Sumardjo oleh Suparno.

Pelanggaran kode etik perdukunan ternyata berakibat fatal. Itu terbukti di Kudus, Jawa Tengah. Awal cerita bermula dari dukun Suparno di desa Pasuruhan Kidul, kecamatan Jati, Kudus, yang sakit hati sebab ulah dukun Sumardjo.

Lewat ilmu yang dimiliki, dukun Sumardjo merusak ilmu dukun Suparno, bahkan menyakiti istrinya secara diam-diam. Tindakan dukun Sumardjo yang berusia 45 tahun itu dianggap kelewatan oleh dukun Suparno. Ia memecahkan kendi alat praktik milik dukun Suparno. Padahal, kendi wasiat itu merupakan pemberian gurunya.

Untuk membereskan masalah tersebut, Suparno bertekad menghajar Sumardjo. Waktu itu, kesempatan ia peroleh pada awal Januari 1982. Sumardjo, 55 tahun, yang seharian praktik dengan pasien yang melimpah, baru sempat memandikan tiga ekor kerbaunya di sungai pada malam hari.

Sepulangnya dari memandikan tiga ekor kerbau itu, Suparno mencegat. Dengan sebilah celurit, ia menghantam Sumardjo berkali-kali. Korban sempat berteriak "maling... maling" sebelum terkapar dan ditinggalkan oleh Suparno.

Para tetangga yang mendengar teriakan Sumardjo, seketika berhamburan keluar, termasuk Suparno yang juga pura-pura kaget. Suparno bahkan ikut menggotong tubuh Sumardjo untuk dibawa ke rumah sakit. Esok harinya, Sumardjo meninggal dunia.

Untuk menutupi ulahnya itu, Suparno ikut sibuk. Ia mondar-mandir ke berbagai radio swasta, memberitahu kematian Sumardjo. Hal ini menimbulkan rasa heran bagi para tetangga, karena biasanya kedua dukun tersebut tidak akur. Kecurigaan itu tercium oleh pihak polisi. Suparno akhirnya diringkus dan mengaku perbuatannya.

Dan masih banyak lagi cerita-cerita ringan lainnya di dalam buku ini yang membuat pembaca terpingkal-pingkal. Cerita-cerita yang bersumber dari rubrik Indonesiana itu, tetap sesuai dengan kondisi sekarang, karena latar belakang dan motifnya tetap sama.

Selamat membaca!

Identitas Buku

Judul: Persaingan Sang Dukun

Penyusun: Pusat Data dan Analisa Tempo

Penerbit: Tempo Publishing

Cetakan: I, 2019

Tebal: 101 Halaman

ISBN: 978-623-207-822-2

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak