Bagaimana jika ada film yang memadukan tradisi lokal dengan kisah cinta modern? Itulah yang dihadirkan Mappacci – Malam Pacar, sebuah film dari Timur Pictures yang disutradarai oleh Andi Burhamzah dan ditulis oleh Oka Aurora.
Film ini, yang menyoroti tradisi Bugis seputar pernikahan, menampilkan Andi Nurfasca Batari Bintang, Cahya Arynagara, Cipta Perdana, dan Farissa Effendi sebagai pemeran utama.
Sinopsis Film Mappacci – Malam Pacar
Tenri Nabila (Nurfasca) bermimpi menjadi penulis novel, namun selalu gagal karena naskahnya sering ditolak editor.
Hidupnya berubah saat ia secara kebetulan bertemu dengan Iwan (Arynagara) di dalam elevator, sebuah pertemuan yang canggung namun manis.
Hubungan mereka semakin dekat hingga Iwan memutuskan untuk menikahi Tenri sebelum ia berangkat tugas sebagai dokter di Papua.
Namun, di tengah persiapan pernikahan, sepupu Tenri, Awuru (Farissa), mengenalkannya dengan seorang pengusaha bernama Erwin (Cipta), yang membuat Tenri bimbang.
Ulasan Film Mappacci – Malam Pacar
Film-film daerah seperti "Mappacci" menawarkan nilai tambah melalui budaya lokal yang diangkat dalam ceritanya, berbeda dengan film-film yang bersifat Jakarta sentris.
Meskipun plotnya sederhana dan mudah diantisipasi—kisah cinta yang diwarnai oleh kebimbangan saat mantan kembali hadir—unsur tradisi Bugis, terutama rangkaian acara lamaran dan pernikahan, menjadi daya tarik utama.
Film ini menyajikan istilah-istilah lokal yang memperkaya nuansa budaya dalam ceritanya.
Sayangnya, beberapa eksekusi teknis dalam Mappacci kurang maksimal dan mengganggu kenyamanan menonton.
Misalnya, adegan ketika Tenri baru menyadari bahwa ia menggunakan sapu tangan orang lain untuk ingusnya di elevator terasa terlalu lama.
Montase hari-hari kencan Tenri dengan Iwan dan Erwin juga terasa berlebihan dan transisi antara dua peristiwa sering kali kasar.
Beberapa adegan, seperti perbincangan ringan yang tiba-tiba beralih ke adegan di rumah sakit, terasa kurang mulus.
Para pemain Mappacci telah berusaha semaksimal mungkin, namun masih perlu lebih banyak pengalaman untuk meningkatkan naturalitas akting mereka.
Beberapa dialog terdengar terlalu scripted dan kurang spontan, yang membuat penonton merasa mereka sedang berakting, bukan menjalani kehidupan sehari-hari.
Daya tarik utama "Mappacci" terletak pada penggambaran tradisi Bugis di Makassar, namun eksekusi teknisnya masih biasa-biasa saja.
Sisipan humor dalam film ini juga terasa hambar dan mungkin hanya lucu bagi masyarakat setempat.
Tanpa elemen budaya Bugis, "Mappacci bisa saja berakhir seperti drama percintaan biasa dari ibu kota yang mudah ditebak.
Untuk penonton yang mencari tontonan yang menggabungkan budaya lokal dengan kisah cinta, "Mappacci – Malam Pacar" menawarkan pengalaman menarik, meskipun ada beberapa kekurangan di sana-sini.
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS