Judul buku kumpulan cerpen karya Anton Kurnia ini, Seperti Semut Hitam yang Berjalan di Atas Batu Hitam di Dalam Gelap Malam, ternyata dikutip dari hadis Nabi Muhammad SAW riwayat Al-Hakim.
Syirik itu lebih samar daripada semut hitam yang merayap di atas batu hitam saat malam kelam. Sekecil-kecilnya syirik adalah jika mencintai kezaliman dan membenci keadilan. Bukankah sejatinya agama itu cinta dan benci? (HR. Al-Hakim).
Tak salah, sebab dalam cerpen tersebut Anton Kurnia mengisahkan seorang laki-laki sekaligus suami yang mempercayai tuah pada cincin batu akik. Sementara yang kita ketahui, percaya kepada selain Allah SWT adalah termasuk perbuatan syirik.
Margono dan Mona merupakan pasangan suami istri yang hidup kekurangan. Sebelum menikahi Mona, Margono pernah memiliki cincin berakik pemberian ibunya yang katanya adalah peninggalan bapak dari Margono. Lama sekali cincin tersebut hilang, lalu tiba-tiba muncul di dekat gelas kopinya. Sontak, Margono memakainya lagi dan membawanya pulang.
Saat pulang ke rumahnya itulah pertengkaran dengan Mona dimulai. Mona sakit hati sekaligus marah besar sebab sudah tahu keluarganya kekurangan, tapi Margono masih beli cincin emas putih berakik pasir emas. Selama ini, Mona diam saja dan mengalah saat Margono beli buku. Ia rela meski harus super hemat terhadap jatah belanja. Namun, kali ini, saat ia ketahui Margono beli cincin batu akik, Mona tak beri maaf.
Hingga berapi-api Margono menjelaskan kepada Mona perihal cincin emas putih berakik itu, tapi Mona tak menghiraukan dan tak mau tahu. Akhirnya, Margono membuang cincin tersebut ke tempat sampah di kantor tempat kerjanya, namun aneh, saat malam tiba, cincin itu ternyata berada di saku celana Margono.
Margono yang sudah memberi tahu kepada Mona bahwa cincin itu telah ia buang jauh, tiba-tiba mengecap suaminya tersebut sebagai lelaki pembohong. Karena Mona pun tahu ternyata cincin itu masih ada di dalam kantong celana Margono.
Mona kesal sekesal-kesalnya, kemudian ia minggat, pulang ke rumah orang tuanya di Bandung. Sementara Margono geram kepada cincin akik yang dinilainya membawa sial di tengah rumah tangganya itu.
Selain berisi 9 cerita pendek, di bagian akhir buku ini juga memuat wawancara Anton Kurnia tentang proses kreatif dan kesannya sebagai penerjemah karya sastra asing.
Puluhan buku sastra terjemahannya telah diterbitkan, termasuk antologi cerpen karya para pengarang terkemuka dunia, antara lain Cinta Semanis Racun: 99 Cerita dari 9 Penjuru Dunia (2016) dan Maut Lebih Kejam daripada Cinta: 25 Cerita Karya Peraih Nobel Sastra (2017). Ia juga menerjemahkan Les Miserables (novel Victor Hugo), Harun dan Lautan Dongeng (novel Salman Rushdie), dan Lolita (novel Vladimir Nabokov), serta menyunting banyak novel dari khazanah sastra dunia dalam edisi bahasa Indonesia, antara lain Namaku Merah (Orhan Pamuk).
Dalam cuplikan wawancara Arie MP Tamba, sastrawan dan Redaktur Pelaksana Jurnal Nasional, dengan Anton Kurnia, ia mengisahkan secara ringkas perjalanan kreatifnya. Bahwa ia belajar menulis secara otodidak. Anton Kurnia mulai menulis dengan kesadaran untuk dibaca orang banyak sejak SMA. Tapi, ia baru serius menulis saat kuliah di ITB. Baru pada saat itulah ia menyadari bahwa sastra adalah dunianya.
Di masa itu Anton bergabung dengan kelompok mahasiswa di Salman, masjid kampus ITB. Ia bertemu buku-buku bagus dan kawan-kawan berdialog yang punya minat sama. Ia menjalani proses belajar yang panjang dengan banyak membaca, rajin mengkliping, menulis secara terbuka untuk dikritik kawan-kawan, berdiskusi, berjalan-jalan, juga dengan cara menerjemahkan karya para pengarang dunia, mempelajari kelebihan-kelebihan mereka.
Saat ditanya apa permasalahan yang ditemui saat menerjemah karya sastra asing, serta bagaimana sambutan pembaca? Ia jawab bahwa ada beberapa karya yang sulit diterjemahkan karena kekhasan bahasanya dan idiom-idiom kulturalnya. Salah satunya adalah novel terakhir yang ia terjemahkan, Lolita, karya Vladimir Nabokov.
Ia tegaskan pula kalau para pembaca di negeri ini sesungguhnya punya daya apresiasi yang bagus dan kritis. Ada seorang penulis cukup terkemuka yang secara terbuka mengaku banyak belajar dari karya terjemahannya. Tapi, yang mengkritik juga ada.
Inilah ulasan buku kumpulan cerpen Anton Kurnia yang judulnya terbilang panjang, Seperti Semut Hitam yang Berjalan di Atas Batu Hitam di Dalam Gelap Malam. Semoga bermanfaat dan selamat membaca!
Identitas Buku
Judul: Seperti Semut Hitam yang Berjalan di Atas Batu Hitam di Dalam Gelap Malam
Penulis: Anton Kurnia
Penerbit: Diva Press
Cetakan: I, Mei 2019
Tebal: 128 Halaman
ISBN: 978-602-391-725-9