The Holdovers adalah film drama komedi garapan sutradara Alexander Payne, yang berlatar pada musim liburan Natal tahun 1970 di Barton Academy, sebuah sekolah asrama khusus laki-laki di New England.
Film ini juga dinominasikan untuk beberapa penghargaan, termasuk lima nominasi di Academy Awards ke-96, dengan Da'Vine Joy Randolph memenangkan kategori Aktris Pendukung Terbaik.
Kisah ini berfokus pada Paul Hunham (Paul Giamatti), seorang guru sejarah yang tidak disukai oleh siswa maupun rekan kerjanya karena sikapnya yang tegas dan kepribadiannya yang kaku.
Sebagai hukuman atas tindakannya yang menyebabkan kerugian bagi sekolah, Paul ditugaskan untuk mengawasi lima siswa yang tidak bisa pulang selama liburan Natal.
Salah satu siswa yang harus diawasi adalah Angus Tully (Dominic Sessa), seorang remaja cerdas, namun sering membuat onar. Angus merasa kecewa karena ibunya membatalkan rencana liburan mereka demi berbulan madu dengan suami barunya.
Selain mereka, ada juga Mary Lamb (Da'Vine Joy Randolph), kepala juru masak sekolah yang sedang berduka setelah putranya, Curtis, meninggal dalam Perang Vietnam.
Paul berusaha menjaga disiplin dengan menerapkan jadwal sekolah yang ketat selama liburan berlangsung, hal ini tentu saja membuat para siswa frustrasi.
Setelah enam hari, ayah dari seorang siswa yang kaya datang dengan helikopter, ia setuju untuk mengajak kelima siswa tersebut liburan, asalkan mereka mendapat izin dari orang tua masing-masing.
Angus, yang tidak dapat menghubungi ibunya untuk meminta izin, akhirnya ditinggalkan di asrama bersama Paul dan Mary.
Interaksi antara Paul, Angus, dan Mary selama liburan ini perlahan mengungkap sisi lain dari kepribadian mereka. Ketiganya mulai saling memahami, menghargai, dan membantu satu sama lain untuk mengatasi rasa trauma serta kehilangan.
Ulasan Film The Holdovers
The Holdovers adalah sebuah film yang meskipun premisnya sederhana, mampu menyentuh hati penontonnya berkat karakter-karakter yang kuat, penggarapan visual yang memukau, serta cerita yang penuh emosi.
Film ini menghadirkan tiga karakter utama yang begitu kompleks, masing-masing membawa latar belakang dan dinamika yang mendalam.
Mulai dari Paul Hunham, yang diperankan dengan brilian oleh Paul Giamatti. Pada awalnya, Paul terlihat seperti karakter yang cukup menyebalkan. Kaku, sinis dan seolah-olah tidak peduli dengan orang lain.
Akan tetapi, seiring berjalannya cerita, kita mulai memahami bahwa sikap Paul tersebut dipengaruhi oleh pengalaman pahit di masa lalunya, termasuk insiden selama kuliah di Harvard yang hampir menghancurkan kariernya.
Paul adalah sosok yang sering terluka, hingga ia menjadi takut membuka hati dan mempercayai orang lain lagi.
Namun, melalui interaksinya dengan Mary dan Angus, ia perlahan mulai melepaskan beban tersebut dan berusaha memberi kesempatan bagi dirinya untuk sembuh dan berhubungan kembali dengan orang lain.
Di sisi lain, kita juga diperkenalkan dengan karakter Mary Lamb, yang diperankan dengan mengesankan oleh Da'Vine Joy Randolph. Mary adalah sosok yang penuh kasih sayang dan perhatian.
Namun sebenarnya, ia juga menyimpan luka mendalam akibat kehilangan putranya. Pengalaman pahit ini menjadi sebuah pelajaran hidup yang membuatnya semakin peka terhadap perasaan orang lain.
Ada juga Angus, seorang siswa muda yang diperankan oleh Dominic Sessa dalam debut aktingnya. Angus adalah remaja cerdas dengan konflik batin yang kompleks, terutama karena masalah dengan ayahnya yang mengalami gangguan mental.
Kehidupan keluarga yang penuh ketegangan membuat Angus merasa terasing dan tidak dipahami. Dia khawatir akan menjadi seperti ayahnya, dan hal itu mempengaruhi cara dia berinteraksi dengan orang lain, baik di rumah maupun di sekolah.
Sama halnya seperti Paul, Angus mulai menemukan cara untuk menerima dirinya dan melepaskan beban masa lalu keluarganya, berkat interaksi yang terjalin di antara mereka selama liburan Natal tersebut.
Selain karakter-karakter yang begitu mendalam, film ini juga ditopang dengan skrip yang cukup solid. Dialog-dialog yang ditulis dengan cermat, memberi bobot lebih pada setiap interaksi antar karakter.
Dari segi visual, film ini berhasil menangkap esensi tahun 1970-an dengan sangat baik. Setiap elemen desain produksi, mulai dari kostum hingga properti, dirancang dengan teliti untuk menciptakan suasana yang autentik.
Pemilihan lokasi syuting di berbagai sekolah bersejarah di Massachusetts, seperti Groton School dan Deerfield Academy, juga berperan penting dalam membangun atmosfer yang sesuai dengan periode waktu tersebut. Penonton bisa merasakan nuansa nostalgia yang begitu kuat, seakan dibawa kembali ke masa lalu.
Soundtrack film ini juga memainkan peran penting dalam membangun suasana.
Lagu-lagu dari era 1970-an seperti Venus oleh Shocking Blue, Crying, Laughing, Loving, Lying oleh Labi Siffre, dan The Time Has Come Today oleh The Chambers Brothers, tidak hanya membawa kita ke dalam dekade tersebut, tetapi juga membantu menggambarkan perjalanan emosional karakter-karakternya.
Selain itu, lagu-lagu Natal klasik yang dibawakan oleh The Temptations dan The Trapp Family, juga turut hadir memberikan nuansa hangat di momen-momen penting dalam film ini.
Melalui perjalanan Paul, Mary, dan Angus, film ini mengajarkan bahwa kehadiran dan pengertian, sekecil apa pun, dapat membawa perubahan besar dalam hidup seseorang. Sebuah pelajaran sederhana, namun begitu bermakna.
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS