Bagaimana Film It Ends with Us Menyuarakan Kritik Sosial tentang KDRT?

Hikmawan Firdaus | Athar Farha
Bagaimana Film It Ends with Us Menyuarakan Kritik Sosial tentang KDRT?
Poster Film It Ends With Us (IMDb)

Ketika romansa seringnya jadi eskapisme belaka, Film It Ends with Us justru hadir dengan pesan yang lebih dalam. Kamu harus tahu, film yang mengadaptasi novel laris karya Colleen Hoover ini membawa isu kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) ke layar lebar, dan mengemasnya dalam balutan kisah cinta penuh emosi. Pamor film ini semakin terang berkat bintangnya, Blake Lively sebagai Lily Bloom. Dan lebih menarik lagi, Film It Ends with Us dinahkodai Justin Baldoni yang juga memerankan Ryle Kincaid. Mantap dah!

Selain bintang ke kenamaan, film ini pun diproduksi dua studio besar, yakni Wayfarer Studios dan Sony Pictures, dengan skenario yang digarap Christy Hall. Kabar gembiranya, Film It Ends with Us sudah tersedia di Netflix. Yes!

Sinopsis Film It Ends with Us

Cerita bermula dengan Lily, perempuan independen yang memulai hidup baru di Boston sambil mengejar impiannya membuka toko bunga. Di tengah perjuangannya, dia bertemu dengan Ryle Kincaid, ahli bedah saraf, tampan dan penuh pesona. Hubungan mereka berawal dengan manis, bahkan cukup klise, penuh dialog romantis yang sering bikin senyum-senyum sendiri. Namun, kebahagiaan Lily mulai retak ketika perilaku Ryle Kincaid memperlihatkan sisi gelap yang nggak terbayangkan. 

Romansa sebagai Kritik Sosial

Melalui alur maju-mundur, film ini juga mengeksplorasi masa lalu Lily, termasuk hubungannya dengan Atlas Corrigan (diperankan Brandon Sklenar), cinta pertamanya yang memiliki peran penting dalam perjalanan hidupnya.

Nah, sebagai film romansa, It Ends with Us berhasil membedakan dirinya dari kisah cinta biasa dengan menjadikan KDRT sebagai poin utama. Dalam industri yang kerap menyuguhkan cerita cinta berbumbu fantasi, film ini menonjol karena keberaniannya mengangkat realitas pahit yang seringkali diabaikan.

Romansa film ini pun digunakan bukan hanya sebagai medium hiburan, tapi juga alat mengupas isu sosial. Lewat hubungan Lily dan Ryle, penonton bak diajak memahami bagaimana hubungan beracun kerap dimulai dengan kemesraan yang membutakan. Yang mana seperti siklus "bulan madu" yang penuh cinta di awal hubungan, biasanya membuat korban sulit menyadari tanda-tanda bahaya hingga akhirnya terlambat.

Lebih jauh, film ini juga menggambarkan betapa kompleksnya situasi yang dihadapi korban KDRT. Nggak sekadar hitam putih, karakter Ryle terbilang hidup—sisi rapuh dan trauma masa lalunya mengundang simpati, tapi nggak jadi alasan untuk membenarkan tindakannya. 

Pendekatan yang dilakukan Film It Ends with Us, beruntungnya terasa relevan, di mana kesadaran terhadap isu KDRT semakin meningkat. Melalui cerita yang emosional dan karakter manusiawinya, Film It Ends with Us ada niat besar ngasih tahu tentang pentingnya mengenali tanda-tanda hubungan beracun dan mendukung korban untuk berani mengambil langkah keluar.

Skor: 3,5/5

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak