Beristirahat dari Dunia yang Sibuk: Review Novel 'Books Kitchen'

Hayuning Ratri Hapsari | Sabit Dyuta
Beristirahat dari Dunia yang Sibuk: Review Novel 'Books Kitchen'
Novel Book's Kitchen (Gramedia)

Apa yang akan terjadi jika seseorang memutuskan untuk meninggalkan semua yang sudah dibangun dan memilih hidup dalam kesunyian? Apakah kebahagiaan bisa ditemukan di tempat yang jauh dari hiruk-pikuk dunia?

Pertanyaan-pertanyaan ini menjadi inti dari novel "Book’s Kitchen" karya Kim Jee-hye, sebuah cerita yang menggugah tentang pencarian makna hidup dan kedamaian batin.

Novel ini mengisahkan Yu-jin, seorang mantan pengusaha startup yang memilih untuk meninggalkan kehidupannya yang sibuk dan membeli sebidang tanah di desa Soyang-ri. Di tempat yang jauh dari kebisingan kota, ia mendirikan Book’s Kitchen, sebuah perpaduan antara kafe buku dan penginapan.

Tempat ini bukan hanya sekadar tempat bagi mereka yang ingin membaca atau menikmati hidangan, tetapi juga menjadi persinggahan bagi orang-orang yang sedang mencari ketenangan, jawaban, atau bahkan jalan baru dalam hidup mereka.

Tema utama dalam "Book’s Kitchen" berpusat pada pencarian jati diri dan refleksi atas kehidupan. Setiap tamu yang datang membawa kisah mereka sendiri, dari seorang wanita yang bergulat dengan ketakutan akan masa depan hingga seorang idola yang mempertanyakan arti dari ketenaran.

Melalui interaksi di "Book’s Kitchen", para karakter ini perlahan-lahan menemukan pencerahan, baik dalam bentuk keputusan baru, penerimaan diri, maupun keberanian untuk melangkah maju.

Dalam dunia yang semakin cepat dan penuh tekanan, novel ini menjadi pengingat bahwa terkadang, melambat adalah pilihan terbaik untuk menemukan arah yang benar.

Di samping itu, novel ini juga menggambarkan bagaimana ruang yang diciptakan dengan niat baik dapat menjadi tempat penyembuhan bagi banyak orang. 

Dalam kehidupan modern yang serba digital, interaksi manusia sering kali tergantikan oleh komunikasi virtual yang kering dan terburu-buru. Namun, "Book’s Kitchen" menawarkan sesuatu yang berbeda: percakapan yang mendalam, hubungan yang tulus, dan kebersamaan yang menghangatkan.

Konsep ini menjadi relevan di tengah meningkatnya kesadaran akan pentingnya kesehatan mental dan kebutuhan akan ruang-ruang yang mendukung kesejahteraan emosional.

Alurnya mengalir tenang dengan narasi yang menyentuh, menjadikan "Book’s Kitchen" pengalaman membaca yang penuh refleksi. Kisah ini bukan hanya tentang perjalanan Yu-jin atau para tamu yang datang, tetapi juga tentang perjalanan batin setiap pembaca yang mungkin sedang mencari ketenangan dalam hidup mereka.

Dari novel ini, tersirat pesan bahwa kebahagiaan tidak selalu ditemukan dalam kesibukan, tetapi justru dalam keheningan, di mana seseorang bisa benar-benar mendengarkan suara hatinya.

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak