Dirilis secara eksklusif di Netflix pada 2 April 2025, "Banger" adalah film komedi kriminal asal Prancis yang digarap oleh sutradara So Me, yang juga dikenal sebagai Bertrand Lagros de Langeron.
Film ini menandai kembalinya Vincent Cassel ke layar kaca sebagai pemeran utama, memerankan karakter Scorpex—seorang DJ legendaris yang telah kehilangan pamornya.
Meskipun bukan adaptasi dari novel maupun cerita nyata, film ini terinspirasi dari salah satu episode serial 6 X Confiné.e.s, produksi Prancis yang juga bernapaskan kritik sosial dan komedi absurd.
Bagi kamu yang suka film yang absurd tapi menggelitik, atau penasaran dengan bagaimana dunia musik elektronik digambarkan lewat lensa satir, "Banger" bisa jadi tontonan yang patut dicoba.
Tapi, apakah film ini layak untuk disebut sebagai “banger” seperti judulnya? Yuk, simak ulasannya di bawah ini!
Film "Banger" berfokus pada tokoh Scorpex, seorang DJ veteran yang masa kejayaannya tinggal cerita. Ketika namanya mulai dilupakan publik dan digantikan oleh bintang muda bernama Vestax (diperankan oleh Mister V), Scorpex menolak tenggelam.
Kesempatan untuk bersinar kembali datang dari arah yang tak terduga: Rose (Laura Felpin), agen dari intelijen Prancis, mengajaknya ikut dalam sebuah misi rahasia untuk menjatuhkan jaringan kriminal internasional yang dipimpin oleh seseorang berpenampilan baru setelah operasi plastik—yang tak lain adalah Vestax sendiri.
Scorpex harus menyusup ke dunia musik elektronik dan memanfaatkan segala pengetahuan serta pengaruh lamanya. Tapi tentu saja, perjalanan ini tidak mudah.
Selain harus menghadapi rivalitas musik dan ego anak muda, ia juga ditantang untuk berdamai dengan kenyataan bahwa dunia telah berubah—termasuk audiens yang kini lebih menyukai konten viral daripada kualitas seni.
Ulasan Film 'Banger'
Secara teknis, "Banger" memadukan elemen komedi satir, thriller ringan, dan budaya musik rave dengan cukup kreatif. Namun, beberapa bagian film terasa terlalu panjang dan bertele-tele, terutama pada bagian investigasi yang seharusnya bisa dikemas lebih padat.
Hal yang menjadi nilai jual utama film ini adalah kehadiran Vincent Cassel yang mampu menghidupkan karakter Scorpex dengan gestur dramatis dan ironi khas seorang pria yang menolak kalah oleh zaman.
Di samping itu, kekuatan utama film ini justru terletak pada bagian Scorpex kembali masuk studio dan mencoba menciptakan lagu “banger” yang bisa menyaingi rivalnya.
Bagian ini memperlihatkan bagaimana industri musik sering kali lebih fokus pada hits instan daripada kualitas artistik yang sebenarnya.
Di sinilah relevansi film ini terasa nyata: "Banger" menyindir keras dinamika dunia kreatif yang kini lebih menghargai popularitas daripada orisinalitas.
Dari sudut pandang sosial, "Banger" mengangkat isu relevansi usia dalam industri hiburan. Film ini menantang pandangan umum bahwa kesuksesan hanya milik generasi muda.
Ia juga menggambarkan perjuangan mental dan emosional dari seseorang yang dulu dielu-elukan, tapi kini terpinggirkan oleh algoritma media sosial dan tren yang cepat berubah. Sebuah sindiran halus tapi cukup menyengat.
Sebagai kesimpulan, "Banger" memang bukan film yang sempurna, tapi ia punya pesan yang kuat di balik lelucon dan absurditasnya.
Cerita tentang seseorang yang mencoba bangkit dari keterpurukan dan menyesuaikan diri dengan dunia yang terus berubah akan selalu relevan, terutama di era digital yang penuh tekanan eksistensial.
Jika kamu mencari tontonan ringan namun tetap memantik refleksi, "Banger" bisa jadi pilihan yang cukup menghibur.
Film ini mengingatkan bahwa terkadang, untuk tetap relevan, seseorang tak hanya harus mengikuti zaman—tapi juga berani mempertanyakan ke mana arah zaman itu sendiri.
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS