‘Sinners’ yang tayang di bioskop Indonesia sejak 17 April 2025 buatan Sutradara Ryan Coogler awalnya dikira cuma film horor biasa, tapi makin digali, makin bikin penasaran. Soalnya, selain dapat rating tinggi banget, rupanya juga diproyeksikan ngebut banget di box office. Sebegitu kerennya, kah? Yuk simak terus!
Omong-omong ini film original pertama dari Ryan Coogler lho. Seriusan baru yang pertama?
Betul banget. Film-film sebelumnya, dari Film Fruitvale Station sampai dua film ‘Black Panther’, semuanya tuh hasil adaptasi atau based on true story.
Dan setelah nonton Film Sinners, rasa-rasanya dapat dimengerti kenapa Ryan Coogler baru sekarang bikin film berdasarkan original story. Kayaknya Ryan Coogler menunggu waktu yang tepat, misalnya saat dia sudah punya nama besar, jadi mudah tuh mendapat dukungan studio besar, dan tentu aja mendapat anggaran untuk mewujudkan visinya tanpa kompromi.
Sekilas tentang Film Sinners
Film ini berlatar di Mississippi tahun 1932, dan bercerita tentang dua saudara kembar: Smoke dan Stack (diperankan Michael B. Jordan) yang pulang kampung buat membuka bisnis baru.
Dulunya mereka ini mafioso, pernah kerja buat Al Capone, lho. Nah, mereka niatnya tobat, mau buka juke joint, semacam tempat hiburan buat orang kulit hitam karena saat itu mereka nggak bisa masuk bar biasa gara-gara rasisme. Nah, tanpa mereka sadari, ancaman mengerikan sudah menunggu, yakni kemunculan vampir.
Yakin filmnya sebagus itu? Sini deh kepoin buat yang penasaran!
Impresi Selepas Nonton Film Sinners
Sobat Yoursay, jangan buru-buru membayangkan ini kayak film horor-vampir pasaran. Karena Coogler membangun semuanya pelan-pelan. Setup-nya panjang, sekitar satu jam lebih dari total durasi 130 menitan.
Justru di situ letak menariknya. Di paruh pertama, kita diajak kenal betul sama karakter-karakternya, latar belakang mereka, luka-luka mereka. Ini bukan sekadar bikin “kita tahu siapa mereka”, tapi benar-benar bikin kita care. Jadi pas akhirnya kekacauan dimulai, ada yang mati, ada yang berantem sama vampir, semua jadi terasa punya harga dan ada yang dipertaruhkan.
Aku juga suka banget gimana film ini bicara soal rasisme. Setiap karakter yang dikumpulkan sama Smoke dan Stack buat membatu buka juke joint itu punya trauma masing-masing. Ada yang musisi, dukun lokal, termasuk buruh ladang.
Mereka semua punya pengalaman pahit karena warna kulit mereka. Dan Coogler pintar banget menyelipkan semua itu lewat dialog. Nggak harus ditunjukin lewat flashback atau adegan dramatis yang lebay. Cukup dari obrolan mereka—singkat, tapi dalam.
Salah satu contohnya adalah hubungan antara Smoke dan Annie (diperankan Wunmi Mosaku). Dari dialog-dialog kecil mereka saja kita bisa ngerti kalau mereka punya masa lalu. Dulu saling cinta, tapi ada yang bikin mereka pisah. Nggak perlu penjelasan panjang lebar, cukup obrolan yang realistis tapi penuh makna.
Nah, walaupun secara naskah dan emosi film ini nyaris sempurna, ada satu hal yang agak bikin turun sedikit, yakni adegan action-nya. Entah kenapa, pas mulai masuk ke bagian vampir dan adegan berantem, Coogler kayak kehilangan sentuhan khasnya deh. Tiba-tiba jadi generik banget, kayak film Hollywood biasa. Bukan berarti jelek, ya. Liat Michael B. Jordan ngebantai vampir tetap bad-ass sih, tapi sudah nggak se-stylish bagian awal.
Padahal sebelumnya Michael B. jordan sempat ngasih adegan yang super keren, kayak long take pas pesta, yang meski simpel banget tapi terasa keren dan hidup. Nah, pas action? Hmm … agak biasa.
Walau secara teknis agak turun di akhir, film ini tetap punya klimaks yang makjleb. Buatku, ‘Sinners’ tuh film langka. Blockbuster yang berani tampil original, berani bicara hal besar, tapi tetap menghibur.
Skor: 4/5