Sylvia's Letters merupakan novel karya Miranda Malonka yang diterbitkan oleh PT Gramedia Pustaka Utama pada tahun 2015. Novel ini memiliki 200 halaman yang penggambarannya mirip seperti catatan harian.
Miranda Malonka menerbitkan novel ini seakan menggambarkan problem yang sering dihadapi para remaja. Novel ini menceritakan tentang Sylvi yang tengah merasakan jatuh pada pandangan pertama setelah menonton drama musikal pertunjukan sekolah. Karena tidak mengenal sosok laki-laki itu, dia mulai menceritakan bagaimana perasaan dan kehidupannya lewat surat yang dia tujukan untuk Gara, laki-laki yang disukainya.
Bukan hanya tentang percintaan, novel Sylvia's Letters juga mengangkat hal-hal yang menjadi problem di masyarakat, seperti senioritas yang belum menghilang di sekolah, seorang siswa yang tiba-tiba ingin bekerja namun dilarang oleh orang tua, hamil di usia yang sangat muda, ekploitasi hewan di pertunjukan sirkus, dan ketakutan akan berat badan yang semakin bertambah.
Kelima problem tersebut akan diceritakan dengan hati-hati karena menjadi isu yang sedang disorot di negara Indonesia. Tidak hanya bercerita tentang Sylvi dan Gara karena Sylvi juga menceritakan teman-temannya pada surat yang tidak akan pernah ia kirimkan pada Gara.
Andy dan Layla merupakan sahabat karibnya di sekolah menengah keatas. Seperti saudara kandung, mereka kemana-mana bersama. Andy lah yang memberi tahu Sylvi bahwa apa yang dia rasakan dinamakan jatuh cinta pada pandangan pertama. Katanya, Sylvi merupakan orang yang beruntung karena merasakannya, yang ternyata tidak semua orang pernah merasakannya.
Layla merupakan sahabat Sylvi yang paling pintar. Mau belajar ataupun tidak, Layla akan melahap habis kertas ulangan. Sylvi tidak iri dengan keenceran otak Layla, karena dia sendiri tidak menginginkannya. Semua orang juga tahu bahwa setiap orang memiliki jalan kehidupan yang sudah diatur sedemikian rupa oleh Yang Maha Kuasa.
Sekarang yang ketiga, Scarlet. Perempuan itu tidak satu SMA dengan Sylvi, tetapi satu sekolah lukis. Benar, keduanya adalah seorang pelukis. Bedanya, Sylvi pelukis abstrak, dalam artian tidak pernah menggambar manusia. Hubungannya dengan Scarlet inilah yang paling erat di antara sahabatnya.
Dalam suatu bab, diceritakan bagaimana pertemuan antara Sylvi dan Gara saat ulangan susulan sejarah. Yang membuat terkejut, ternyata Gara sudah mengenalnya sejak MOS. Bisa ditebak bagaimana perasaan Sylvi setelah mendengarnya, dia seperti orang gila yang ditembak fakta membahagiakan.
Hubungan mereka semakin dekat. Sayangnya, keduanya menyetujui untuk tidak berpacaran. Namun, mereka memiliki istilah yang menjelaskan hubungan mereka, yaitu Teman Saling Suka (TSS). Disebut jadian tidak, disebut hanya teman juga tidak. Intinya, hanya dua orang yang menjalankan yang tahu persis hubungan seperti apa mereka ini.
Ketika membaca novel ini, rasanya seperti menikmati permen asam manis. Terkadang, ada sesuatu manis yang menggelitik hati dan terkadang juga ada sesuatu asam yang menusuk hati. Pembaca dibuat tidak berhenti kesal dan memaklumi kondisi dari tokoh dalam novel. Istilahnya, ada alasan mengapa tokoh tersebut berbuat begitu.
Bagi pembaca yang tidak suka gaya penulisan seperti catatan harian, novel ini mungkin kurang cocok. Tapi, bagi pembaca yang tidak meributkan hal tersebut, novel ini dapat menjadi pilihan ketika sedang mengalami salah satu dari lima problem di atas.
Tidak ada kekurangan yang spesifik dalam novel ini. Mungkin, kurang banyak dialog yang muncul. Tapi, memang itu tujuan penulis dalam novel ini karena memuat gaya catatan harian. Tidak ada yang salah karena semakin banyak gaya yang dibuat oleh penulis, pembaca jadi tidak bosan dengan penceritaan yang itu-itu saja.
Novel ini mengajarkan pembaca banyak hal. Poin pentingnya itu mencintai diri sendiri. Mencintai orang lain itu bisa nanti. Bagaimana bisa seseorang belum mencintai dirinya sendiri tapi berani mencintai orang lain? Itu sesuatu yang belum benar.