Review Film Meet The Khumalos: Komedi Keluarga yang Kurang Menggigit

Ayu Nabila | Athar Farha
Review Film Meet The Khumalos: Komedi Keluarga yang Kurang Menggigit
Poster Film Meet The Khumalos (Netflix)

Pernah nggak, sih, nonton film yang dari awal terlihat menjanjikan, penuh warna, punya pesan moral, ada unsur budaya lokal khas, tapi setelah sampai ending, kok rasanya gitu doang? Itulah yang terasa selepas nonton Film Meet The Khumalos, komedi keluarga terbaru asal Afrika Selatan yang sudah tayang di Netflix sejak 11 April 2025. 

Film ini sebenarnya punya potensi besar, tapi sayangnya nggak semuanya dieksekusi dengan baik, yang padahal dibesut sama Jayan Moodley, sutradara perempuan yang sebelumnya menarik perhatian lewat Film Keeping Up with the Kandasamys. 

Film ini diproduksi African Lotus Productions, dengan naskahnya ditulis sama Gillian Breslin dan Wendy Gumede, dengan jajaran pemain bertabur bintang lho, di antaranya: 

  • Khanyi Mbau
  • Ayanda Borotho
  • Jesse Suntele
  • Khosi Ngema
  • Connie Chiume
  • Bonga Dlamini
  • Dan masih banyak bintang pendukung lainnya

Memangnya film ini berkisah tentang apa sih? Sini kepoin bareng!

Sekilas tentang Film Meet The Khumalos

Sepanjang ±92 menit, ceritanya berkisar pada dua keluarga yang sangat berbeda latar belakang. Keluarga Khumalo, yang kaya, terpandang, dan penuh aturan. Lalu Keluarga Sithole, yang lebih santai, ceria, dan hidup apa adanya. 

Konflik mulai memanas saat anak mereka, Sizwe Khumalo (Jesse Suntele) dan Sphe Sithole (Khosi Ngema), saling jatuh cinta.

Cinta Sizwe Khumalo dan Sphe Sithole terganjal restu sama ibu masing-masing: Gracious Khumalo (Khanyi Mbau) dan Bongi Sithole (Ayanda Borotho). Ibu mereka rupanya saling benci dan punya sejarah kelam yang belum selesai.

Kisah cinta terhalang restu memang sudah pasaran, tapi jika dieksekusi dengan baik, yang terlihat receh pasti nggak akan seperti yang terlihat. Sayangnya memang, film ini sepertinya nyaman jadi recehan. Ups. 

Sini kepoin terus buat tahu lebih banyak lagi!

Impresi Selepas Nonton Film Meet The Khumalos

Jujur, saat mulai menonton, aku cukup terhibur. Akting para pemainnya solid, terutama dua karakter ibu, Grace dan Bongi. Mereka punya dinamika yang lucu dan menyebalkan sekaligus.

Grace digambarkan sebagai sosok ibu yang sangat perfeksionis, bergaya sosialita, dan nggak segan mengontrol semua orang. Sebaliknya, Bongi adalah tipe ibu yang santai, doyan makan, dan ceplas-ceplos apa adanya. Saat keduanya berseteru, percikan konfliknya memang menghibur. Sayangnya memang, kadang malah terasa terlalu berlebihan dan nggak realistis.

Pasangan muda, Sphe dan Sizwe, juga cukup menyenangkan buat ditonton. Chemistry mereka terasa manis, dan mereka tampil tulus sebagai dua anak muda yang hanya ingin menjalani cinta dengan tenang tanpa intervensi keluarga. Eh, tapi kasihan juga karena konflik orangtua mereka terlalu dominan. Nah, plot hubungan cinta anak muda ini jadi terasa hanya sebagai pemanis cerita.

Yang jelas ada yang aku suka banget dari film ini, yakni sisipan budaya lokalnya. Ada satu adegan yang memperlihatkan upacara umemulo, semacam ritual kedewasaan dalam budaya Zulu. Momen ini bukan hanya visualnya indah, tapi juga terasa kaya secara budaya. Walau nggak dijelaskan terlalu dalam, aku senang karena budaya lokal tetap diberi ruang buat tampil.

Sayangnya tuh, dari sisi cerita, ‘Meet The Khumalos’ memang terasa kurang dalam. Konflik utama antara Grace dan Bongi, yang di awal dibuat seolah-olah penuh misteri, ternyata berakhir dengan alasan yang sangat sepele. Begitu penyebab permusuhan mereka diungkap, aku cuma bisa komen, “Loh, cuma itu?” 

Padahal aku berharap ada drama besar, tangisan, atau konfrontasi emosional yang membuat hubungan mereka lebih kompleks.

Klimaks film juga terasa terlalu cepat dan kayak kurang related. Tiba-tiba semua masalah selesai begitu saja, para ibu berdamai, anak-anak balikan, bahkan Mavis (Connie Chiume), nenek dari pihak Khumalo yang sempat jadi antagonis pun meminta maaf. Rasanya agak dipaksakan dan nggak sesuai dengan tensi yang dibangun sebelumnya.

Beberapa momen komedi pun kadang terasa berlebihan, misalnya adegan kirim-kiriman foto palsu demi memisahkan pasangan muda. Lucu sih, tapi agak mustahil kalau dipikirkan logikanya.

Intinya film ini gagal meninggalkan kesan yang mendalam. Nilai plusnya ada pada akting yang kuat, sisipan budaya Zulu, dan pesan moral yang jelas, dan minusnya tuh ada pada konflik kurang greget, akhir cerita terlalu mudah, dan emosi yang ditawarkan terasa dangkal.

Sobat Yoursay tertarik nonton? Cobalah dan mungkin akan menemukan hal-hal lain yang nggak kutemukan. 

Skor: 2.3/5

BACA BERITA ATAU ARTIKEL LAINNYA DI SINI

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak